Sabtu, 10 September 2011

Dua pos TNI dibakar

SATURDAY, 10 SEPTEMBER 2011 22:06

BANDA ACEH - Wakil Koordinator KontraS Aceh, Asiah Uzia ketika dihubungi malam mini, mengatakan konflik antara warga Desa Simpang Tiga, Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan dengan aparat TNI yang bertugas lokasi tambang bijih besi milik PT. Pinang Sejati Utama (PSU) akan dibuat perdamaian pada Minggu (11/9) besok. Kasus ini sudah ditangani oleh Kepolisian dan Denpom Kabupaten Aceh Selatan.

Laporan yang diterima oleh KontraS Aceh, pada Senin (5/9) malam, sekitar pukul 23.30 WIB empat orang warga Desa Simpang Tiga, Kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan dianiaya oleh aparat TNI Yonif 115 Macan Leuser yang menjaga pertambangan bijih besi PT. PSU.

Berdasarkan hasil investigasi KontraS Aceh, keempat warga tersebut berinisial AA (33), JD (35), ML (40) dan AZ (33) yang sedang dalam perjalanan pulang dari gunung untuk berburu kancil dengan menenteng dua buah senapan angin serta pisau sebagai alat untuk berburu. Ketika melewati PT. PSU, kelompok masyarakat itu dihadang beberapa aparat TNI dan kemudian dibawa ke pos TNI yang juga di Desa Simpang Tiga.

Di pos TNI, mereka diinterogasi. Aparat menuduh mereka telah mencuri batu bijih besi di lokasi PT. PSU. Setelah diinterogasi, JD, AZ dan ML disuruh mandi dalam kolam lumpur tanpa baju sedangkan AA disuruh berdiri sebelah kaki di atas meja sambil mengangkat kursi. Keempatnya juga disuruh push up, merayap, jungkir balik di tanah, dipukul dengan senapan angin, ditendang di dada dan bagian tubuh lainnya. Hingga pukul 04.00 WIB baru dilepaskan dan diperbolehkan pulang.

Esoknya, pada Selasa (6/9) pukul 09.00 WIB warga Desa Simpang Tiga, Kec. Kluet Tengah, Aceh Selatan mendatangi pos TNI di Desa Simpang Tiga. Warga bermaksud menanyakan siapa pelaku penganiayaan terhadap empat warga desa yang terjadi pada Senin malam hingga dini hari di pos TNI tersebut.

Akan tetapi, aparat TNI tidak mau mengakui hingga terjadi keributan dan perang mulut di pos TNI. M. Saleh (30) yang terus mendesak agar aparat memberitahukan siapa pelakunya ditembak oleh Komandan Posko (Danpos) hingga mengalami pendarahan serius. M. Saleh dilarikan ke Puskesmas di Desa Koto yang berjarak sekitar lima kilometer dari lokasi kejadian.

Mengetahui ada yang tertembak, warga marah lalu membakar dua pos TNI, di Desa Simpang Tiga dan Desa Simpang Dua, beserta dua unit sepeda motor milik TNI di kedua lokasi. “Melihat aksi warga itu, TNI yang berada di lokasi tambang milik PT. PSU itu tidak melakukan perlawanan,” sebut Asiah.

Sekitar pukul 12.00 WIB, kelima korban bersama geusyik, tuha peut dan tokoh masyarakat desa menjalani pemeriksaan di Polres Aceh Selatan. Setelah pemeriksaan di Polres, mereka diperiksa lagi di kantor Polisi Militer (POM). Menurut keterangan warga, akan diadakan perdamaian (peusijuek) antara TNI dan masyarakat pada hari Minggu, 11 September 2011 (besok-red).

Sumber waspada.co.id

Kamis, 08 September 2011

356 rumah rusak di Aceh Selatan

THURSDAY, 08 SEPTEMBER 2011 06:11

BANDA ACEH - Wakil Bupati Aceh Selatan, Daska Aziz, mengatakan dari hasil pendataan yang lakukan ada 356 unit rumah penduduk yang mengalami kerusakan, 59 rumah di antaranya rusak berat.

"Hasil pendataan hingga saat ini terdapat 356 unit rumah penduduk yang retak pada bagian dinding, plafon dan lantai," kata Daska Aziz tadi malam.

Disebutkan, dampak gempa yang berada pada koordinat 2,81 LU - 97,85 BT sekitar 59 kilometer timur laut Kuala Baru dengan kedalaman 78 kilometer itu juga merusak dua masjid dan jembatan di lintas jalan negara Tapaktuan-Medan.

Ketua Badan Satuan Penanggulangan Bencana kabupaten Aceh Selatan mengatakan, meski rumah banyak rumah yang rusak namun tidak ada warga yang mengungsi.

"Rumah yang rusak berat dan ringan itu masih dapat ditempati, saya mengimbau warga tetap waspada terjadinya gempa susulan," kata Daska Aziz.

Menurut dia, 356 unit rumah yang rusak berat itu tersebar di beberapa Gampong (desa) yakni Ladang Rimba, Gunung Kapur, Krueng Batee, Ie Jerneh, Cot Bayu, Lhok Raya, Naca dan Gampong Teungoh.

"Masjid di desa Naca dan Gampong Teungoh rusak berat seluruh bagian dindingnya retak dan bangunan mushola Lhok Raya juga rusak ringan," katanya.

Kecamatan Trumon Tengah Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu daerah yang berbatasan dengan Kota Subulussalam dan Aceh Singkil yang berjarak sekitar 600 kilometar arah selatan ibu kota Provinsi Aceh, Banda Aceh.

Sumber Waspada.co.id

Rabu, 07 September 2011

Merkuri Diduga Cemari Panton Luas

Kamis, 25 Agt 2011 08:59 WIB

Tapaktuan, (Analisa). Lingkungan di sekitar Gampong Panton Luas Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Selatan, diduga telah tercemar oleh zat merkuri yang digunakan untuk penambangan emas tradisional di wilayah itu. Diperkirakan sedikitnya 5.000 Kg zat mematikan ini sudah terpapar di sekitar wilayah penambangan.
Fraksi PKPI DPRK Aceh Selatan melalui juru bicaranya, Hendriyono, dalam sidang paripurna I LKPJ Bupati Aceh Selatan di Gedung DPRK Aceh Selatan, Tapaktuan, Rabu (24/8) mengatakan, operasional pertambangan itu tidak mutlak harus ditutup karena telah memberikan kontribusi kepada masyarakat dan daerah Aceh Selatan.

Namun, tegasnya, pemerintah perlu memikirkan masalah pengelolaannya secara baik dan ramah lingkungan sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan dan penambang itu sendiri.

Hasil penambangan emas di daerah itu saat ini mampu meningkatkan pendapatan petani yang mesti dibina oleh Pemkab Aceh Selatan sehingga mampu memberikan pendapatan bagi daerah.

Wilayah perkampungan Panton Luas, Sawang, sekitar 20-an kilometer arah barat Tapaktuan merupakan lokasi penambangan emas secara tradisional sejak satu setengah tahun lalu yang melibatkan ribuan penambang baik berasal dari Aceh Selatan maupun bnerasal dari luar daerah.

Menurut laporan, peralatan pengolahan penambangan emas di sana berupa gelondongan yang dapat menggiling batu dan tanah hingga hancur untuk kemudian dicampur dengan zat kimia merkuri untuk memperoleh emas dengan jumlah mencapai 400 unit.

Pencemaran lingkungan akibat merkuri itu, beberapa bulan lalu, dibuktikan dengan adanya kasus kematian terhadap hewan ternak penduduk setempat serta mulai munculnya gejala alam berupa layunya tumbuh-tumbuhan di sekitar gelondongan.

"Kalau dikalkulasikan, tidak kurang sekitar 5 ton merkuri sudah mencemari di kawasan Sawang akibat penambangan emas tersebut," demikian Hendriyono mengemukakan.

Selain pencemaran lingkungan, berbagai kasus dan insiden muncul di kawasan yang berjarak sekitar 5 kilometer dari jalan negara Tapaktuan-Banda Aceh itu, di mana penambang tradisional sering terjebak dalam timbunan tanah galian guna mendapatkan kemungkinan emas dalam tanah dan batu-batuan.

Para penambang terperangkap dalam timbunan tanah yang longsor akibat penggalian tanah dan batu-batuan di pegunungan atau areal penambangan untuk mendapatkan emas. Di antara mereka ada yang tewas di tempat dan terkubur hidup-hidup.

Atas dasar berbagai kecelakaakn ituitu, diharapkan Pemkab Aceh Selatan melalui dinas terkait agar mampu melakukan pembinaan dan penyuluhan terhadap para penambang sehingga mereka dapat melakukan penambangan dengan cara-cara aman. (m)

Sumber Analisadaily.com

DPRK Desak Bupati Cabut Rekomendasi Alih Lahan

Aceh - Sabtu, 27 Agt 2011 00:51 WIB

Tapaktuan, (Analisa). Di sela-sela penutupan sidang paripurna I DPRK Aceh Selatan yang membahas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Aceh Selatan tahun anggaran 2010 yang dimulai Rabu (24/8), angota DPRK Aceh Selatan mengultimatum Bupati Husin Yusuf agar segera mencabut rekomendasi tentang pengalihan 11.187 hektar lahan untuk pengganti atas kawasan produksi di Sumut.

"Interupsi, interupsi, sehubungan adanya penerbitan rekomendasi tentang pengalihan lahan di wilayah Bakongan untuk sebuah perusahaan sebagai pengganti lahan produksi di Sumut hendaknya segera dicabut, dan saya beri tempo sebulan untuk realisasinya," kata anggota DPRK Aceh Selatan, Ridwan Mas SAg, dengan nada tinggi.

Dia mempertanyakan kebijakan pihak Pemkab Aceh Selatan atas pengalihan lahan untuk PT First Mujur Plantation and Industries di Medan karena tidak berkonsultasi dengan DPRK Aceh Selatan.

Rekomendasi Bupati Aceh Selatan Husin Yusuf No: 522/1112 tanggal 7 Oktober untuk perusahaan tersebut, dibuat setelah adanya rekomendasi Gubernur Aceh No:522/16076 tanggal 27 April 2010.

Surat permohonan PT First Mujur Plantattion and Industries Medan No: 064/FMPI/Mhn/X/2010 tanggal 06 Oktober 2010 kepada Bupati Aceh Selatan meminta agar diberikan lahan pengganti atas kawasan hutan produksi di wilayah Sumut.

Sedangkan lahan yang diberikan Pemkab Aceh Selatan yakni di kawasan Bakongan, Trumon dan sekitarnya dengan jumlah areal mencapai 11.187 hektare.

Ridwan Mas tidak menjelaskan tindakan apa yang akan dijatuhkan kepada Pemkab Aceh Selatan bila ultimatum pencabutan rekomendasi itu tidak digubris Bupati Aceh Selatan, namun secara ekspilist dia mengatakan masyarakat pasti akan bertindak.

Sementara itu anggota DPRK asal pemilihan Trumon, Zufadli, mengatakan, pihaknya akan melakukan konsolidasi dan kordinasi dengan para kepala desa di wilayah Bakongan Raya atas rekomendasi bupati tersebut.

"Tukar guling sama dengan penjualan lahan kita, tentu masyarakat tidak menerimanya," kata anggota Fraksi Partai Aceh itu.

Berkaitan dengan adanya penggantian lahan untuk perusahan itu atas hutan produktif di Sumut, merupakan penjabaran Inpres tentang penukaran lahan dalam satu pulau antar provinsi.

Penukaran/pengalihan lahan itu sesuai dengan Inpres sehingga tidak menyalahi aturan, demikian sumber yang tidak diidentifikasi dengan alasan etika pemerintahan. (m)

Sumber Analisadaily.com

Operasional Ekspor Bijih Besi Diduga Ilegal, Aceh Selatan Rugi Rp20 Miliar

Aceh - Kamis, 25 Agt 2011 08:58 WIB

Tapaktuan, (Analisa). Kegiatan operasional ekspor bijih besi yang ditambang dari kawasan hutan Gampong Simpang II Meunggamat, Kluet Tengah, Aceh Selatan oleh PT. Pinang Sejati Utama (PSU) yang telah berlangsung hampir setahun, ternyata tidak memiliki izin resmi sehingga patut dihentikan.
"Persoalannya, sekarang, siapa yang berani menghentikan kegiatan ekspor yang diduga ilegal itu jika gubernur dan bupati Aceh Selatan tetap memberikan rekomendasi dan perizinan yang dibutuhkan perusahaan," kata beberapa anggota DPRK Aceh Selatan sebagaimana direkam Analisa di Tapaktuan, Senin (22/8), usai pemandangan umum anggota dewan dalam sidang paripurna I DPRK tentang LKPJ Bupati Aceh Selatan.

Menurut salah seorang anggota dewan, dugaan terjadi praktik ilegal dalam kegiatan ekspor bahan tambang galian B itu ke China, sehubungan tidak mampunya manajemen PT. PSU memperlihatkan dokumen eskspor.

Kecuali hanya berupa izin bupati dan gubernur Aceh, sedangkan untuk kegiatan ekspornya harus mengantongi izin dari Kementerian Pertambangan dan Sumberdaya Energi RI.

Dari kegiatan ekspor ilegal itu, negara dan daerah dirugikan sedikitnya Rp20 miliar jika dikaitkan dengan jumlah ekpor atau pengapalan yang mencapai 15 kali.

Hitungan itu, berupa kewajiban royalti yang belum dibayar ke daerah, bagi hasil sebesar 10 persen, reklamasi pra-ekploitasi, reklamasi pascaeksploitasi dan retribusi areal penumpukan.

Heran

Wakil Ketua DPRK Aceh Selatan Marsidiq yang ditanyai Analisa di Tapaktuan, Senin (22/8), menyatakan, keherannya atas persoalan tersebut.

"Pihak eksekutif betul-betul lemah kinerjanya, banyak hal yang tidak terselesaikan. Tetapi ironisnya, Pemkab (bupati-red) tidak mau berkonsultasi dengan DPRK selaku mitra kerjanya, sehingga banyak persoalan yang tumpang tindih," katanya.

Sementara itu, rapat paripurna I DPRK Aceh Selatan, juga menyoroti besarnya tunggakan PT. PSU yang sangat merugikan daerah di tengah morat-maritnya keuangan.

Sedianya, PT. PSU yang telah direkomendasikan penutupan operasionalnya secara transparan melakukan pengelolaan penambangan berikut eskpornya sehingga daerah tidak dirugikan dengan cara-cara mafia pertambangan tersebut.

Beberapa bulan lalu, hampir semua fraksi di DPRK mendesak agar bupati segera menutup operasional PT. PSU tersebut, bahkan F-Demokrat dengan tegas meminta penutupan operasional secara permanen.

Tiga fraksi lainnya masing-masing Partai Aceh, F-KB dan F-PKPI hanya memberi pendapat untuk diutup sementara.

Operasional pertambangan yang diekploitasi merupakan kerjasama Koperasi Serba Usaha (KSU) Tiga Manggis Gampong Simpang II Meunggamat dengan PT Pinang Sejati Utama, dinilai tidak kontributif terhadap daerah dan masyarakat setempat.

"Kewajiban yang harus dibayar oleh PT. PSU selama kegiatan penambangannya dan eskpor ke China setidaknya mencapai Rp20 miliar," kata kalangan DPRK seraya menyatakan, akan mengangkat masalah itu secara terang-benderang baik melalui forum resmi maupun penggunaan hak inisiatif mereka. (m)

Sumber Analisadaily.com

Ulat Bulu Makin Mencemaskan di Samadua

Sabtu, 27 Agustus 2011 10:29 WIBShare |

TAPAKTUAN - Serangan ribuan ulat bulu di Desa Batee Tunggai, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan, yang telah berlangsung sepekan lebih itu, kini semakin mencemaskan. Sementara Pemkab setempat hingga kini masih tutup mata. M Ical (30) warga Desa Batee Tunggai, kepada Serambi, Jumat (26/8) mengatakan, serangan ulat bulu yang hampir berlangsung dua pekan itu kini semakin meresahkan. Selain jumlahnya terus bertambah dan menjalar ke pohon cemara lainnya di komplek wisata itu, binatang melata itu juga semakin mengancam kesehatan keluarganya.

Betapa tidak, sebelumnya hanya menjalar di teras dan di atas atap rumah, tapi kini binatang itu sudah masuk ke dapur dan kamar mandi. ”Kami terpaksa setiap hari membersihkan bak mandi, karena dimasuki ulat bulu,” katanya. Meski serangan ulat bulu itu sudah berlangsung sepekan lebih, namun hingga kini belum ada upaya dari instansi terkait untuk memusnakan binatang tersebut. Padahal sejumlah pejabat dari dinas pertanian dan peternakan sudah turun ke lokasi melihat langsung serangan ulat bulu itu, tapi hingga kini belum ada tanda-tanda akan dibasminya binatang tersebut.

M Ical kembali mendesak dinas terkait untuk segera menanggulangi serangan ulat bulu dimaksud, sehubungan dengan menyambut Hari Raya Idul Fitri. Sebab kalau hama ulat bulu itu tidak segera ditanggulangi dipastikan warung-warung di pinggir pantai wisata Bidadari itu tidak bisa buka, karena ulat-ulat itu bergantungan di pohon dan pondok-pondok kecil yang dibangun warga. “Hari raya sudah dekat, kami masyarakat bermohon ke dinas terkait untuk segera membasmi ulat bulu tersebut,” pintanya.(az)

Sumber Serambinews.com

Selasa, 06 September 2011

Ribuan Ulat Bulu Serang Desa Batee Tunggai

Selasa, 23 Agustus 2011 16:25 WIB

Seorang warga memperlihatkan ribuan ulat bulu yang menempel di pohon cemara di kawasan tepi pantai Desa Batee Tunggai, Samadua, Aceh Selatan, Senin (22/8). SERAMBI/AZHARI

TAPAKTUAN- Ribuan ulat bulu ditemukan di sejumlah pohon cemara di kawasan pantai Desa Batee Tunggai, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan. Fenomena ini membuat warga setempat ketakutan, karena kerumunan binatang melata itu juga mulai memasuki rumah penduduk.

M Ical (30) seorang penghuni rumah di tepi pantai wisata Desa Betee Tunggai, kepada Serambi, Senin (22/8) mengaku sangat resah dengan kehadiran ulat bulu yang tiba-tiba menyebar dan menyerang pohon cemara di belakang rumah yang disewanya itu.

M Ical menjelaskan, dirinya baru mengetahui ulat bulu tersebut menempel di batang pohon cemara di belakang rumahnya itu sepekan lalu. Awalnya jumlah ulat bulu itu tidak seberapa, tapi ia sangat terkejut ketika melihat binatang itu semakin hari semakin banyak dan menyebar ke pohon lainnya. Bahkan dalam tiga hari dua pohon cemara mati dibuatnya dan sejumlah pohon lainnya juga sudah mulai meranggas.

Melihat hama ulat bulu yang jumlahnya terus bertambah itu, pihaknya langsung membakar pohon tersebut. Tapi upaya yang dilakukan itu tidak membuahkan hasil, malahan binatang itu terlihat semakin banyak.

Tidak hanya menjalar ke pohon-pohon, binatang itu juga sudah mulai masuk ke rumah warga. Fenomena ini sangat meresahkan pemilik rumah tersebut. Karena itu ia meminta pihak terkait untuk segera menanggulangi serangan ulat bulu tersebut. “Kami mengharapkan supaya dinas erkait segera menanggulangi hama ulat bulu tersebut,” katanya.(az)