Selasa, 26 Juli 2011

Transportasi Laut di Bulohseuma Kembali Terganggu

Mulut Muara Tertutup Sidimen
Tue, May 24th 2011, 08:38

TAPAKTUAN- Transportasi laut dari Keude Trumon ke Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, sejak Minggu (22/5) sore kembali lumpuh, karena kapal motor tidak beroperasi menyusul mulut muara Bulohseuma tersumbat oleh pasir.

Camat Trumon Isa Ansari, kepada Serambi, Senin (23/5) mengatakan, transportasi laut ke Bulohseuma yang sempat normal dua hari setelah dua pekan lumpuh akibat gelombang tinggi, kini jalur laut ke kawasan itu kembali terganggu, sehingga mengakibatkan tiga desa di daerah terpencil itu kembali terisolasi, yakni Desa Kuta Padang, Rakit dan Gampong Tengoh.

Dikatakan, terganggunya jalur laut ke kawasan itu bukan karena gelombang tinggi. Melainkan karena mulut muara Bulohseuma tertutup sedimen setelah dihantam arus laut Minggu sore, sehingga mengakibatkan kapal motor yang selama ini dijadikan sebagai alat transportasi masyarakat tidak bisa keluar masuk di dalam muara dimaksud.

Bukan hanya mengganggu transportasi masyarakat, namun kondisi ini juga mengakibatkan sebagian besar nelayan di kawasan itu tidak bisa melaut, terutama nelayan yang menggunakan perahu ukuran besar.

Menurut Isa Ansari, pendangkalan yang terjadi pada mulut muara Bulohseuma itu bukan yang pertama, namun peristiwa sudah sering terjadi, terutama pada musim barat seperti yang terjadi pada saat sekarang, karena pada musim tersebut air laut sangat deras mengalir ke tepi.

“Kapal motor dan boat nelayan itu bisa kembali beroperasi setelah warga bergotong royong menggali gumpalan pasir yang menutup mulut muara itu,”katanya. (az)

Sumber : Serambinews.com

PLTB Kluet Mulai Beroperasi Tahun Ini

Mon, May 23rd 2011, 08:54

JAKARTA - Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Kluet, Aceh Selatan, yang dikerjakan PT Gelora Lintas Artha (GLA), dijanjikan mulai beroperasi secara bertahap pada 2011 dengan daya 1 megawatt (MW). PLTB akan beroperasi penuh pada 2012 dengan kapasitas 10 MW.

Target tersebut diutarakan Direktur Utama (Dirut) PT GLA, Mawardi Pohan, menjawab Serambi, Sabtu (21/5). “Kita beroperasi secara bertahap. Tahap pertama menghasilkan 1 MW. Itu saya kira cukup untuk mengaliri listrik di perumahan sekitar,” katanya.

Mawardi Pohan membantah pembangunan proyek tersebut terbengkalai. “Saat ini sedang dikerjakan pembangunannya. Kita sekarang melakukan proses pemagaran lokasi,” kata Mawardi. Sebelumnya sempat diisukan bahwa pembangunan pembangkit PLTB tersebut tersendat dan terbengkalai.

Pembangungunan PLTB Kluet ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Gubernur Irwandi Yusuf pada 1 November 2011. Terletak di Desa Suak Bakong Kecamatan Kluet Selatan. “Kita harapkan PLTB segera bisa beroperasi secara bertahap,” janji Mawardi Pohan yang mengaku perusahaan PT GLA memiliki kantor pusat di Suak Bakong, Aceh Selatan.

Ia menjelaskan PLTB Kluet adalah PLTB ke-6 di Indonesia.”Seluruhnya ada tujuh PLTB. Aceh yang ke-6,” ujar Mawardi yang akrab disapa Ozi Pohan ini.

Awalnya pembangunan PLTB Kluet itu menggandeng perusahaan asal Korea Selatan. Tapi sekarang sudah tidak lagi. “Dulu kita menggunakan perusahaan Korea sebagai tehnical asistence,” tambah Mawardi Pohan. Tapi ia tidak menjelaskan kenapa pihaknya tidak lagi menggandeng perusahaan Korea tersebut. Proyek dengan nilai investasi Rp 50 miliar itu, menurut Mawardi Pohan, akan mendatangkan sejumlah peralatan seperti batrey dari Malaysia.

Gubernur Irwandi pada saat peletakan batu pertama PLTB, menyebutkan kawasan pantai Kandang merupakan pesisir barat Pulau Sumatera yang mempunyai kecepatan anginnya antara 2-4 meter per detik sehingga menarik minat empat investor Korea Selatan, yakni Kim Jong Tae, Go Young Min, Song Jae Sung, dan Baek Gwang Hyun,dan pengusaha Indonesia Marlis Pohan untuk membangun PLTB berkapasitas 10 MW.

Akan dibangun 200 unit tower turbin angin di area seluas 75 hektare. Pembangunan turbin angin penghasil energi listrik dengan teknologi itu hanya membutuhkan kecepatan angin rendah antara 1,6 sampai 3 meter per detik.

Komisaris Utama PT GLA, Marlis Pohan yang dikabarkan sedang berada di lokasi proyek saat ingin dikonfirmasi Serambi melalui saluran telepon seluler tidak berhasil dihubungi. Nomor telepon miliknya tak aktif.(fik)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 25 Juli 2011

Transportasi ke Bulohseuma Kembali Lancar

Gelombang Laut di Trumon Berangsur Norma
Sat, May 21st 2011, 10:14

TAPAKTUAN – Transportasi jalur laut dari Keude Trumon ke Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, yang sempat lumpuh selama dua pekan lebih akibat gelombang tinggi, kini berangsur normal. Pasokan sembilan kebutuhan pokok (Sembako) ke kepemukiman penghasil madu itu kembali lancar. Camat Trumon, Isa Ansari SH, kepada Serambi, Jumat (20/5) mengatakan, gelombang tinggi yang terjadi di perairan Samudera Hindia selama dua pekan lebih kini sudah normal kembali.Belasan kapal motor yang selama ini parkir di muara kini sudah beroperasi kembali mengangkut penumpang dan bahan kebutuhan pokok.

“Alhamdulillah gelombang laut diperairan Trumon sejak Kamis kemarin sudah normal, pasokan sembako ke Bulohseuma sudah mulai lancar kembali.” katanya. Ia mengatakan, walau gelombang laut mulai normal, namun gelombang besar bisa saja terjadi secara tiba-tiba karena saat ini sedang berlangsung peralihan musim, dari timur ke barat. “Angin kencang dan gelombang besar terjadi setiap musim barat. Musim barat berlangsung dari Mei hingga November setiap tahun,” kata Isa Ansari.

Bulohseuma merupakan wilayah paling terisolir di Provinsi Aceh, karena jalan menuju ke daerah ini tidak ada. Masyarakat hanya mengandalkan transportasi seperti kapal kayu kecil dengan waktu tempuh tiga jam dan jika ombak besar tidak bisa digunakan. Pasokan makanan ke wilayah tersebut terhenti, masyarakat Bulohseuma sering mengalami krisis pangan karena satu-satunya transportasi menuju daerah itu hanya melalui laut. Karena itu masyarakat Kemukiman Bulohseuma yang menaungi tiga desa, yakni Desa Kuta Padang, Rakit, dan Gampong Teungoh sangat berharap kepada pemerintah untuk menuntaskan pembangunan peningkatan jalan Keude Trumon-Bulohseuma.

”Kita berharap jalan tembus ke Bulohseuma sepajang 40 km itu bisa tuntas dalam tahun ini, sehingga masyarakat di daerah terpencil itu terbebas dari ketertinggalan,” ujar aktivis LSM Rimueng Lam Kaluet, Bestari Raden yang prihatin terhadap kondisi warga Bulohseuma yang hingga kini belum menikmati hasil kemerdekaan.(az)

sumber : Serambinews.com

Jumat, 15 Juli 2011

Transportasi ke Bulohseuma Masih Lumpuh

* Ratusan KK Terancam Kelaparan
Thu, May 19th 2011, 09:11

TAPAKTUAN - Transportasi jalur laut dari Keude Trumon menuju Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, hingga Selasa (17/5) masih lumpuh. Hal itu disebabkan karena gelombang diperairan Samudera Hindia itu masih tinggi.

Panglima Laot Bulohseuma, Nasruddin, kepada Serambi, Selasa (17/5) mengatakan, hingga kemarin transportasi jalur laut dari Keude Trumon menuju Bulohseuma masih lumpuh. Hal disebabkan kapal motor dan speed boat yang selama ini menjadi alat transportasi utama bagi warga setempat belum bisa beroperasi, karena gelombang laut di perairan itu masih tinggi, yakni berkisar antara tiga hingga empat meter.

Kondisi ini membuat ratusan kepala keluarga yang bermukim di daerah terpencil itu bertambah resah, karena sudah dua pekan tidak bisa bepergian ke pusat kecamatan untuk berbelanja bahan kebutuhan pokok pada hari pekan Minggu kemarin. Mereka juga tidak bisa mengambil raskin, karena tidak adanya angkutan laut. Belasan kapal motor itu kini parkir di muara Keude Trumon dan muara Bulohseuma.

“Kini persediaan beras dan bahan kebutuhan pokok lainnya semakin menipis. Bahkan bila dalam dua hari ini gelombang masih tinggi dan belum ada bantuan yang masuk, maka warga di tiga desa itu, yakni Desa Raket, Kuta Padang, dan Gampong Tengoh akan kelaparan,” lapor Nasruddin.

Bukan itu saja, kondisi ini juga mengakibatkan hasil pertanian dan perikianan i daerah itu kini tidak bisa diangkut ke luar untuk di jual di pasar. “Sudah dua pekan masyarakat tidak bisa keluar untuk berbelanja dan menjual hasil pertaniannya. Kalau semua beras sudah habis, masyarakat terpaksa konsumsi jagung, singkong, dan pisang,” katanya.

Bulohseuma merupakan salah satu daerah terisolir yang masih berada di daratan pulau Sumatera. Untuk menuju ke Bulohseuma warga harus mengarungi laut Samudera Hindia menggunakan kapal motor dengan waktu tempuh antara 2-3 jam akibat belum selesainya pembangunan jalan Keude Trumon-Bulohseuma.(az)

Sumber : Serambinews.com

Aktivitas Pertambangan Biji Besi belum Ditutup Sementara

Sudah Dua Bulan Direkomendasikan DPRK
Thu, May 19th 2011, 09:03

TAPAKTUAN - Kalangan DPRK Aceh Selatan, mempertanyakan tentang rekomendasi hasil sidang paripurna khusus dewan tentang penutupan sementara operasional eksploitasi tambang bijih besi oleh PT PSU di Menggamat yang hingga kini belum ada tindaklanjutnya. Padahal rekomendasi tersebut sudah dikirim oleh pimpinan DPRK ke Pamkab dua bulan lalu.

“Sudah dua bulan rekeomendasi hasil sidang paripurna itu dikirim ke Pamkab, namun hingga kini belum ada tindaklanjutnya,” kata Ketua Komisi C DPRK, Azmir SH. Pertanyaan itu dilontarkan Azmir kepada Sekdakab Aceh Selatan, Drs Harmaini M Si di ruang kerja Sekdakab setempat, Rabu (18/5).

Dikatakan, rekomendasi hasil sidang paripurna dewan penutupan sementara aktivitas pertambangan bijih besi itu harus segera ditindaklanjuti. “Selain untuk memperjelas kelengkapan administrasi dan janji PT PSU untuk memperbaiki kerusakan infrastruktur, hal ini juga untuk menghindari timbulnya imej negatif terhadap wakil rakyat dan Pemkab di mata masyarakat. Karena hingga kini PT PSU masih tetap beroperasi,” tambahnya.

Soal pertambangan bijih besi itu sudah diparipurnakan dalam sidang khusus DPRK Aceh Selatan tanggal 10 Maret 2011 lalu. Dalam sidang itu tiga dari empat fraksi menyepakati pertambangan itu ditutup sementara.

Ketiga fraksi yang sepakat ditutup sementara pertambangan tersebut adalah Fraksi Partai Aceh (FPA), Fraksi Karya Bangsa, dan Fraksi PKPI. Sementara satu-satunya fraksi yang meminta semua operasional pertambangan itu ditutup total, yakni Fraksi Demokrat.

Dari kesepakatan itu pimpinan dewan memutuskan merekomendasi pertambangan bijih besi ditutup sementara. Bahkan ketika menutup sidang paripurna itu pimpinan dewan berjanji segera memusyawarahkan hasil paripurna itu dan selanjutnya diserahkan ke eksekutif untuk ditindaklanjuti. Tapi anehnya hingga kini rekomendasi itu belum juga ditindaklanjuti.

“Kami minta pimpinan DPRK untuk memanggil kembali eksekutif mempertanyakan tentang rekomendasi penutupan sementara aktivitas pertambangan bijih besi tersebut,” katanya.

Terkait masalah tersebut, Sekdakab Aceh Selatan, Harmaini secara tegas menyatakan, hasil sidang paripurna khusus dewan tentang penutupan sementara operasional eksploitasi tambang bijih besi oleh PT PSU di Menggamat, Kluet Tengah, sudah diterima pihaknya.

Bahkan rekomondasi itu sudah ditelaah, namun belum ditindaklanjuti, karena hingga kini pihaknya belum memanggil PT PSU dan KSU Tiega Manggis. “Dalam waktu dekat kita akan memanggil PT PSU. Jika terbukti tidak memiliki kelengkapan izin, kita akan tindak tegas perusahaan itu,”katanya.(az)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 13 Juli 2011

Gelombang Pasang Landa Aceh Selatan

* 150 Meter Badan Jalan Terkikis
Thu, May 12th 2011, 08:59

TAPAKTUAN - Gelombang pasang kembali melanda kawasan pesisir Kabupaten Aceh Selatan. Sedikitnya 150 meter badan jalan dan tujuh kuburan pejuang kemerdekaan di Desa Ujong Pulo Rayeuk, Kecamatan Bakongan Timur (Bakotim), hilang digerus gelombang pasang.

Kepala Desa (Kades) Ujong Pulo Rayeuk, Tgk Jamaluddin didampingi Tuha Peut Bukhari, kepada Serambi, Rabu (11/5) di lokasi mengatakan, masyarakat yang berdomisili di pinggir pantai laut Samudera Hindia dan sekitarnya, kini semakin dicemaskan dengan gelombang pasang yang melanda kawasan itu dalam beberapa hari terakhir.

Gelombang dengan ketinggian dua hingga empat meter itu, terus menggerus pemukiman penduduk. Bahkan dalam sepekan ini puluhan hektare kebun kelapa milik masyarakat berubah menjadi laut. Serta sejumlah kuburan pejuang kemerdekaan juga hilang ditelan ombak.

Bukan itu saja, fenomena alam itu juga mengakibatkan belasan gudang ikan milik nelayan amblas ke laut dan 150 meter badan jalan menuju ke pantai juga terkikis.

Menurutnya gelombang pasang purnama dalam sepekan ini merupakan terparah dalam dua tahun terakhir ini, sejak dilakukan pengerukan pantai untuk penimbunan dermaga Ujong Pulo yang kini dijadikan sebagai tempat penimbunan material batu bijih besi milik PT Pinang Sejati Utama (PT PSU).

Jamaluddin mengakui sudah pernah melaporkan peristiwa itu ke perusahaan dimaksud. Bahkan pihak perusahaan ketika itu berjanji akan menanggulangi bencana itu dengan membangun tanggul sepanjang 500 meter, namun hingga kini belum ada realisasinya.

“Mereka berjanji akan membangun tanggul. Tapi ketika dikonfoirmasi ulang malah mereka secara tegas menyatakan tidak ada urusan dengan abrasi pantai itu. Mereka mengatakan, masalah abrasi pantai itu urusan pemerintah daerah, karena pihak perusahaan sudah membayar semua sewa dermaga dan perizinan pertambangan,” katanya.

Karena itu masyarakat sangat berharap kepada Pemkab dan Pemerintah Aceh untuk segera menanggulangi abrasi pantai itu dengan membangun tanggul di sepanjang pantai itu. Jika ini tidak segera ditanggulangi puluhan rumah warga, Tempat Pengajian Anak-anak (TPA), gedung SD dan sejumlah fasilitas umum lainnya terancam amblas ke laut.

“Selama dua tahun ini sudah 70 meter daratan berubah menjadi laut. Kalau hal ini tidak ditanggulangi dari dini badan jalan negara juga akan amblas ke laut,” katanya.

Sementara itu, Camat Bakotim Sarmiadi ketika memantau gelombang pasang purnama bersama sejumlah unsur Muspika setempat, kepada Serambi secara tegas menyatakan, pihaknya sudah berulangkali melaporkan peristiwa itu Pemkab dan Pemerintah Aceh. Bahkan juga Badan Penanggulangan Bencana Alam di Jakarta, namun hingga kini belum ada realisasinya.

“Kita sudah pernah bermohon kepada Pemkab dan Provinsi pembangunan tanggul di sepanjang pantai itu, tapi hingga kini belum ada realisasinya,” katanya.

Pantauan Serambi, kawasan yang menerima dampak ganasnya gelombang pasang tersebut antara lain pantai Desa Ujung Tanah, Kecamatan Samadua, pantai Desa Batu Itam, dan pantai Desa Lhok Ketapang, Kecamatan Tapaktuan.(az)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 12 Juli 2011

Gelombang Tinggi, Bulohseuma Terisolasi

Mon, May 9th 2011, 14:48

TAPAKTUAN - Tiga desa di Permukiman Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Aceh Selatan, Aceh, kembali terisolasi karena transportasi laut ke kawasan itu terganggu menyusul gelombang di perairan Samudra Hindia itu sangat tinggi.
Camat Trumon, Isa Ansari, Senin (9/5/2011), melaporkan, tiga desa dalam Kemukiman Bulohseuma, yakni Desa Rakit, Tengoh dan Desa Padang, kini kembali terisolir.
Ribuan warga yang berdiam di daerah terpencil itu terkurung tidak bisa keluar karena kapal motor yang selama ini menjadi alat transportasi vital bagi warga setempat, termasuk untuk memasok barang kebutuhan pokok, kini tidak bisa berlayar, sebab gelombang di perairan lautan Samudera Hindia itu sangat tinggi.
Gelombang laut yang ketinggiannya mencapai 2 meter lebih yang terjadi dalam tiga hari terakhir ini bukan akibat diterjang angin kencang, melainkan akibat terjadinya pergantian musim antara musim timur dengan musim barat.(azhari)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 05 Juli 2011

Gajah Makin Mengganas di Aceh Selatan

Thu, May 5th 2011, 16:06

TAPAKTUAN - Gangguan gajah liar di sejumlah desa di Kecamatan Bakongan Timur (Bakotim), Aceh Selatan, dalam beberapa pekan terakhir semakin mengganas. Akibatnya penduduk mulai cemas untuk berpergian ke kebun
Sekdes Simpang, Razali, kepada Serambinews.com, Kamis (5/5/2011), mengatakan, setelah merusak sebuah gubuk milik Yahyah (40) warga Simpang tiga pekan lalu, kini binatang berbelalai itu kian mengganas.
Selain merusak tanaman sawit, pinang, pisang, kacang dan tanaman palawija lainnya milik warga. Kawanan binatang yang berjumlah tiga ekor itu kini sudah masuk kepemukiman penduduk. Bahkan sudah berkeliaran diseputar rumah penduduk.
Meski keberadaan satwa itu sudah meresahkan masyarakat, namun hingga kini belum ada upaya pemerintah setempat dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mendatangkan gajah jinak untuk menggiring kembali gajah liar itu ke habitatnya..
Sementara upaya pengusiran yang dilakukan warga dengan cara tradisonal membakar api unggun dan membunyikan bunyian-bunyian tidak membuahkan hasil. Gajah itu hanya menghilang sesaat.(azhari)

Sumber : serambinews.com