Jumat, 19 Agustus 2011

Lima Desa Terpencil di Aceh Selatan Dapat Bantuan LTS

Jumat, 12 Agustus 2011 09:35

TAPAKTUAN - Lima desa terpencil di Kabupaten Aceh Selatan mendapat bantuan 110 unit listrik tenaga surya (LTS) dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM).

Kadis Pertambangan Energi dan Sumberdaya Mineral Aceh Selatan, T Asrul S Hut, kepada Serambi, Rabu (10/8) mengatakan, Pemkab Aceh Selatan dalam tahun ini mendapat bantuan 100 unit LTS dari Kementerian ESDM.

LTS dengan sarana pendukung antara lain penampung sinar matahari (solar cell), baterai penampung energi, kabel, stop kontak itu akan dibagikan secepatnya kepada 100 kepala keluarga warga yang tersebar di lima desa terpencil yang belum menikmati listrik PLN, yakni Desa Indarung, Kecamatan Kluet Tengah, Desa Tapak Aulia Kluet Timur dan tiga desa di Kemukiman Bulohseuma, Kecamatan Trumon, yakni Desa Raket, Gampong Tengoh dan Desa Kuta Padang.

Bantuan itu disalurkan bantuan sesuai dengan data desa tertinggal di lima desa itu. Setiap rumah tangga akan mendapatkan masing-masing satu unit. “Dengan hadirnya PLTS tersebut, maka tidak ada lagi desa di daerah ini yang gelap gulita,” katanya.

Selain mendapat batuan LTS 100 unit dari Kementerian ESDM, pada tahun ini Pemkab juga mendapat 100 unit LTS bantuan Otsus. LTS bantuan Otsus itu akan digunakan sebagai sarana penerangan jalan Nyak Adam Kamil, yakni jalan menuju pendapa bupati.(az)

Sumber serambinews.com

Populasi Buaya di Wilayah Bakongan Diperkirakan Meningkat

Aceh - Selasa, 09 Agt 2011 00:17 WIB

(Analisa/muhammad ali) Sebuah sungai di Gampong Bukit Gading, Kecamatan Kota Bahagia dengan sarana MCK serba darurat di bawah rumpun bambu. Di sungai ini, menurut warga buaya sering muncul membuat warga cemas untuk memanfaatkan sungai yang juga merupakan sumber kehidupan.
Tapaktuan, (Analisa). Populasi buaya di wilayah Bakongan diperkirakan meningkat yang ditandai dengan bertambah banyaknya jumlah anak buaya yang berkeliaran dibarengi meluasnya sebaran. Kondisi ini sangat mencemaskan warga, sebab rata-rata sungai tempat buaya berkeliaran merupakan sumber daya alam yang berperan penting kehidupan masyarakat dan rata-rata membentang di perkampungan penduduk.
Menurut keterangan warga di sejumlah gampong di Bakongan, Minggu (7/8), kemunculan anak buaya dalam jumlah banyak sudah berlangsung dalam beberapa bulan terakhir. Kemunculan makhluk dari keluarga crocodylidae tidak hanya terbatas di sungai-sungai pedalaman, tapi telah merambah ke aliran sungai-sungai di perkampungan yang terletak di pinggiran jalan nasional lintas Aceh-Sumatera Utara.

Wilayah Bakongan meliputi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Bakongan, Bakongan Timur, dan Kecamatan Kota Bahagia yang terletak di bagian pedalaman. Menurut warga, kemunculan buaya di aliran sungai yang melintas di ruas jalan nasional Aceh-Sumut berlangsung sejak beberapa bulan terakhir.

Hewan melata dan buas itu mulai sering terlihat di sungai pinggiran Kota Kedai Bakongan, Ibukota Kecamatan Bakongan hingga Gampong Baro, Seubadeh maupun Seulikat, Krueng Cangkoi di Bakongan Timur serta sungai-sungai lainnya yang rata-rata mengalir di pemukiman penduduk. "Buaya berukuran kecil sering muncul sekitar pukul 05.00 WIB di sungai itu dan dapat dilihat dari atas jembatan," kata warga di Ujung Pulo sembari menunjuk ke sungai yang hanya terletak sekitar 50 meter dari kediaman penduduk.

Menerkam Warga

Di Kedai Bakongan, menurut warga sekitar sepekan yang lalu warga melihat seekor buaya besar berkeliaran di sungai itu. Diperkirakan itulah buaya yang pernah coba menerkam seorang yang sedang mengamil wudhuk di sungai, namun luput. "Hanya tangannya saja yang terluka," kata beberapa nelayan kepada Analisa. Buaya juga mulai muncul di sungai yang mengalir bersisian dengan kompleks Kantor Kejari Bakongan Gampong Ujung Mangki.

Di Kemukiman Beutong, Kecamatan Kota Bahagia, sejak Gampong Drien hingga Bukit Gading dan Gampong Beutong yang seluruhnya berada di pedalaman wilayah Bakongan, buaya akhir-akhir ini terlihat bertambah banyak dengan ukuran yang digambarkan masih kecil dengan panjang sekitar 25 cm hingga 50 cm. "Saat anak-anak ramai mandi sering terlihat anak buaya muncul di seberang sungai dan disoraki," kata Kepala Kemukiman Beutong, Tamnir kepada Analisa Minggu di Gampong Bukit Gading.

Hingga kini warga tidak tahu persis dari mana asal muasal buaya yang populer juga dengan sebutah alligator itu. Namun, menurut warga, sesuai sejumlah informasi yang berkembang buaya awalnya dilepas terkait upaya pelestarian yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten di bidang itu dengan mendatangkan bibit buaya dari luar daerah.

Dan ternyata, tidak hanya di Bakongan, tapi buaya juga didapati di beberapa sungai di Kecamatan Kluet Selatan pada kawasan yang berbatasan dengan Kecamatan Bakongan. Seperti sungai di Pasie Lembang, Genting Buya.

"Di Pasie Lembang buaya sudah lama muncul, sejak beberapa tahun yang lalu," kata Harun Daud, seorang warga Gampong Pasie Lembang, Kecamatan Kluet Selatan.(ma)

Sumber Analisadaily.com

Rabu, 10 Agustus 2011

Masyarakat Adat Teurbangan Tetap Tolak PT PSW

Aceh - Sabtu, 09 Jul 2011 10:52 WIB

Tapaktuan, (Analisa). Aliansi Masyarakat Adat Teurbangan (AMAT) Pasie Raja Aceh Selatan me nyatakan, mereka tetap menolak kehadiran PT Pinang Sejati Wati (PSW) yang merupakan anak perusahaan PT Pinang Sejati Utama (PSU) untuk mengeksploitasi bijih besi di kawasan seluas 1.200 Hektare lahan milik masyarakat.
"Sampai kapanpun kami tetap menolak, apalagi rencana penambangan tersebut tidak melalui studi kelayakan dan persetujuan masyarakat pada umumnya," kata Kordinator AMAT Pasie Raja, Surya Dharma, kepada Analisa di Tapaktuan, Jumat (8/7).

Diungkapkan, manajemen PT PSW, sempat membujuk masyarakat Pasei Raja untuk menyerahkan lahannya yang potensial bagi deposit bijih besi. "Tetapi umumnya masyarakat di sana tetap solid dan konsisten untuk tidak memberikan lahan garapan pertambangan itu kepada pihak perusahaan," kata pengurus AMT lainnya.

Menurut warga, kehadiran perusahaan pada kawasan pertambangan akan tetap menjadi sumber kehancuran sosial kemasyarakatan dan lingkungan hidup. Bukti-bukti yang sudah terlihat yakni di Gampong Simpang II Meunggamat Kluet Tengah Aceh Selatan oleh PT PSU yang akhirnya merusak lingkungan, terhentinya aliran sungai dan hancurnya badan jalan kabupaten.

Kalaupun kemudian pengangkutan bijih besi tidak lagi melalui badan jalan Kotafajar-Meunggamat Kluet Tengah, namun sisa-sisa kehancuran badan jalan itu belum bias dihapuskan. Alhasil, Pemkab Aceh Selatan yang harus membangun badan jalan tersebut di tengah sulitnya anggaran pembangunan.

Anggota DPRK Aceh Selatan, Martunis dari Fraksi Partai Aceh, sependapat dengan warga yang menolak kehadiran persuahaan pertambangan yang rencananya mengeksploitasi bijih besi pada bentangan lahan Gampong ujung Batu-Paya Ateuk seluas 1.200 Ha.

"Saya mendapat laporan dan menangkap aspirasi rakyat setempat bahwa mereka tetap menolak karena rencana itu di lahan milik warga," katanya. Menurutnya, terdapat alasan lain yang juga sangat rasional bila ada penolakan tersebut, selain hancurnya lahan masyarakat juga akan terjadi monopoli oleh sebuah perusahaan.

Kepala Dinas Pertambangan dan SDM Aceh Selatan, T Asrul SHut, yang ditanyai Analisa di Tapaktuan, Rabu lalu, tidak mengetahui persis rencana penggarapan tambang bijih besi oleh PT PSW di Pasie Raja.

Secara eksplisit, dia juga tidak sependapat bila hanya ada sebuah perusahaan yang melakukan ekploitasi di Aceh Selatan, karena kesannya akan monopolistk. "Janganlah hanya perusahaan-perusahaan itu-itu saja yang menambang bijih besi," katanya.

Sejauh ini, operasional penambangan bijih besi PT PSU di Simpang II Meunggamat Kluet Tengah belum dapat dihentikan kendati rekomendasi penutupan operasional oleh DPRK Aceh Selatan sudah disampaikan.

Bahkan, pertimbangan Pemkab Aceh Selatan pun mengarah kepada penutupan, namun perusahaan penambang mineral bijih besi itu masih leluasa melakukan operasionalnya.

"Sekarang ini PT PSU telah membuka 200 Ha lagi areal penambangan di Gampong Simpang III Meunggamat yang bekerja sama dengan sebuah KSU setempat," sebut sumber di Pemkab Aceh Selatan, Jumat (8/7).

Pemerintah provinsi dan kabupaten hendaknya tidak menutup mata dampak ekologis dan sosial sebagaimana direkomendasikan hampir semua fraksi di DPRK. (m)

Sumber Analisadaily.com

Aceh Selatan Krisis Air Bersih

TUESDAY, 26 JULY 2011 10:16

TAPAKTUAN - Masyarakat enam desa di Kecamatan Trumon Tengah, Kabupaten Aceh Selatan yang berada di lereng gunung dalam beberapa hari ini mengalami krisis air bersih. Kondisi ini disebabkan sumber air pegunungan yang mengairi rumah mereka mengalami kekeringan menyusul musim kemarau yang terjadi dalam sebulan terakhir.

Camat Trumon Tengah, Abdul Munir, mengatakan ratusan kepala keluarga masyarakat enam desa mulai di wilayahnya mulai kesulitan mendapatkan air bersih. Meski masyarakat yang berdomisili di lereng gunung itu sudah bergotong royong mencari sumber air bersih yang layak, namun tidak berhasil, karena semua alur dan mata air di pegunungan itu sudah kering.

Kondisi ini diperparah dengan menyusutnya debit air sungai sehingga warga terpaksa mandi dan mencuci di air sungai berwarna kuning yang sudah terkontaminasi kotoran manusia dan limbah rumah tangga. Sementara untuk kebutuhan memasak dan air minum warga terpaksa membeli air bersih isi ulang di kios dengan harga Rp5.000 per galon.

Menurutnya, warga mulai khawatir bila dampak kekeringan itu tidak segera diatasi dengan cara membangun sumber air bersih yang memadai. “Warga sangat menantikan adanya upaya pemerintah daerah untuk membangun sarana air bersih yang memadai,” katanya, tadi pagi.

Enam desa di Kecamatan Trumon Tengah yang mengalami krisis air bersih itu, meliputi Desa Ladang Rimba, Pulau Paya, Cot Bayu, Jambo Papeun, Naca dan Lhok Raya

Sumber Waspada.co.id

Senin, 08 Agustus 2011

DAS Rampong Ancam Pemukiman Warga

FRIDAY, 08 JULY 2011 21:40

TAPAKTUAN - Erosi atau pengikisan yang terjadi pada Sungai Rambong, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan, akibat hantaman arus deras setiap musim penghujan kini semakin parah. Bahkan kerusakan daerah aliran sungai (DAS) itu dapat mengancam keselamatan ratusan rumah dan lahan perkebunan warga yang berada di sepanjang aliran sungai itu.

Camat Samadua, Said Junaidi, mengatakan masyarakat lima desa dalam Kemukiman Suak, yakni Desa Lubuk Layu, Air Sialang Hulu, Air Sialang Hilir, Jilatang dan Suak Hulu, kini semakin diresahkan dengan erosi Sungai Rambong yang dalam beberapa bulan terakhir ini terus menggerus bibir jalan dan perkampungan penduduk.

Selain mengancam badan jalan desa dan perkampungan penduduk, erosi sungai itu juga mengancam ratusan kuburan umum, dan fasiltas umum lainnya. Bahkan satu unit bangunan tempat berwudu Mushalla Dusun Aur, Desa Payau Nan Gadang kini dalam kondisi miring dan retak-retak karena tanggul pengaman tebing sudah ambruk diterjang arus.

Sumber waspada.co.id

Kamis, 04 Agustus 2011

20 Ha lahan perkebunan Aceh terbakar

MONDAY, 27 JUNE 2011 21:05

BANDA ACEH - Sekitar 20 hektare lebih lahan perkebunan di kawasan hutan Ladang Panjang Gampong (Desa) Ladang Rimba Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, dilaporkan rusak berat akibat terbakar.

Tokoh pemuda Kecamatan Bakongan Timur, T Syamsinahya (25) di pusat ibu kota Kabupaten Aceh Selatan, Tapaktuan, Senin mengatakan kebakaran yang terjadi sejak beberapa hari terakhir ini telah menghanguskan delapan hektare perkebunan kakao dan sawit.

"Hingga saat ini apinya terus meluas, kalau dibiarkan tentu akan bertambah parah, saat ini saja sudah 20 hektare lebih sudah terbakar," kata T Syamsinahya.

Sumber api diduga dari pembakaran lahan perkebunan yang dilakukan warga. Menurutnya, warga dari berbagai desa di kecamatan yang berjarak sekitar 70 Km arah timur ibu kota kabupaten itu secara gotong royong berupaya melakukan pemadaman.

Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kabupaten Aceh Selatan itu berharap pemerintah atau pihak untuk melakukan penanganan."Kami berharap pemerintah untuk melakukan upaya pemadaman agar kerugian dapat diminimalisir serta mencegah kemungkinan yang tidak diinginkan," katanya lagi.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Kehutanan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Selatan, T Masrul, mengatakan kebakaran lahan yang terjadi di Kecamatan Bakongan itu akibat pembakaran rumput di kebun milik warga.

"Daerah itu kawasan hutan gambut, kami akan berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana untuk mengatasinya," kata T Masrul.

sumber waspada.co.id

Selasa, 02 Agustus 2011

Bakongan Mulai Diselimuti Kabut Asap

20 June 2011
Tapaktuan | Harian Aceh – Sebagian besar wilayah Kecamatan Bakongan Kabupaten Aceh Selatan dalam seminggu terakhir mulai diselimuti kabut asap, akibat kebakaran lahan di daerah tersebut.
Keuchik Drien Bakongan, Abdul Kadir, kepada Harian Aceh, Minggu (19/6) mengatakan, kabut asap terlihat jelas menutupi sebagian besar wilayah di sana pada jam malam hingga pagi hari. “ Tetapi memasuki siang hari, kabut terus menipis, kecuali ada angin kencang, asap kembali tampak senja hari,” katanya.
Menurutnya, asap tersebut berasal dari lahan gambut yang terbakar di dua lokasi, yakni di gampong Drien terbakar sejak Senin (13/6) lalu dan di perbatasan gampong Ujong Padang dengan gampong Keude Bakongan yang terbakar sejak Kamis (16/6).
Areal terbakar diperkirakan sudah mencapai puluhan hektar. Padahal, kata dia, masyarakat telah berupaya untuk memadamkan kebakaran tersebut, bahkan telah mengerahkan mesin penghisap dan penyemprot air, namun api yang merambat dibagian bawah lahan tidak juga dapat dipadamkan.
Kadir melaporkan, sementara ini masyarakat yang berada di tiga gampong dalam keadaan waspada dan terus berjaga-jaga untuk antisipasi merembetnya api kepemukiman penduduk, sebab cuaca ekstrim belakang ini, memungkinkan hal itu terjadi. “Untuk itu Pemerintah di Kecamatan telah menempatkan satu unit mobil PMK, namun wilayah kerjanya hanya di bagian tepi yang dapat dilalui, sedangkan bagian terdalam tidak terjangkau,” sambungnya.
Sementara itu, Subki Anggota DPR Kabupaten Aceh Selatan berharap kerja sama yang telah dibangun masyarakat ini dapat menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten, sehingga dapat ditingkatkan lagi dengan membentuk masyarakat peduli api guna penanganan dini, mengingat kecamatan Bakongan rawan terjadi kebakaran lahan.
Selain itu, kata politisi Partai Aceh asal Bakongan ini, dengan upaya kerja sama pemerintah di kecamatan, melalui sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan pembukaan lahan tanpa bakar, masyarakat dapat sadar dan peduli lingkungan. “Mudah-mudahan langkah ini dapat meminimalisasi timbulnya titik api baru di Bakongan,” harapnya.(cia)

Sumber Harian Aceh.com

Senin, 01 Agustus 2011

Flu Burung Resahkan Warga Tapaktuan

TUESDAY, 07 JUNE 2011 23:11

TAPAKTUAN - Serangan flu burung (Avian Influenza) yang melanda kawasan Gampong Lhok Ketapang, Kec. Tapaktuan, Kab. Aceh Selatan yang mengakibatkan ratusan ekor burung dan puluhan ternak ayam mati mendadak, mengundang keresahan warga.

Pasalnya, penyakit yang mamatikan dikhawatirkan bisa mewabah terhadap manusia. Sejauh ini belum ada penanganan dari dinas terkait, meski hasil penelitian dinyatakan penyakit flu burung positif berjangkit dan menyerang ternak warga.

Warga Lhok Ketapang, mengatakan kekecewaannya terhadap Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Aceh Selatan. Mereka menuding dinas cuek dan santai mengatasi dan menanggulangi serangan penyakit mematikan itu. “Bayangkan mereka masih cuek menanganinya, mungkin menunggu ada korban manusia,” sebut Darwin, 60.

Sementara Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan Aceh Selatan, Ismail Us, yang dihubungi di kantornya, mengaku pihaknya kesulitan menangani, karena persoalan dana, meliputi biaya pengadaan obat-obatan, honor petugas serta biaya konvensasi bagi ternak ayam warga yang harus dimusnahkan dalam radius 1.000 meter dari lokasi penemuan pertama.

Menurut dia, dana penanggulangan tersebut tidak tersedia di dinasnya, sehingga terpaksa minta dana bantuan hibah kepada bupati. ”Kita telah mengajukan permohonan bantuan Rp15 juta, tapi sejauh ini belum ada realisasinya,” sebut Ismail didampingi Kabid Keswan, Hamzah.

Ia mengakui penanganan penyakit tersebut harus segera dilakukan karena bisa mewabah terhadap ternak di daerah lain termasuk bagi manusia. Sebagai langkah antisipatif sementara, ternak ayam di lokasi yang telah terserang, hendaknya tidak dikonsumsi atau dibawa ke daerah lain.

Sumber Waspada.co.id