Selasa, 07 Desember 2010

Badai Landa Pantai Barat

* Semua Nelayan Takut Melaut
Fri, Dec 3rd 2010, 10:51


Ombak besar yang melanda kawasan Meulaboh, Aceh Barat mengakibatkan ratusan rumah warga di tiga desa terendam air laut. Foto direkam di kawasan Desa Pasar Aceh, Meulaboh, Kamis (2/12) sore.SERAMBI/RIZWAN

TAPAKTUAN - Badai melanda pantai barat Aceh, meliputi Aceh Barat, Aceh Selatan, dan Aceh Barat Daya (Abdya), Kamis (2/12), demikian pula dua hari sebelumnya. Para nelayan di Aceh Selatan tak berani melaut karena ombak di Samudera Hindia mencapai lima meter. Sebuah kapal tanker pengangkut minyak sawit (CPO) malah terseret dan akhirnya kandas di bibir pantai Susoh, Abdya.

Panglima Laot Labuhan Tarok, Kecamatan Meukek, M Imron Rusyadi, kepada Serambi, Kamis (2/12) mengatakan, sebetulnya bukan kemarin saja nelayan di kawasan itu tak bisa melaut. Hal yang sama terjadi sejak tiga hari lalu. Pasalnya, gelombang di Samudera Hindia cukup tinggi (3-5 meter) dan sulit diarungi boat pancing, menyusul badai yang melanda kawasan itu sejak Selasa (30/11) pagi.

Puluhan boat pancing dari berbagai jenis itu kini terpaksa sandar di pelabuhan. Tak terlihat ada aktivitas kebaharian. Para nelayan hanya menyibukkan diri memperbaiki jaring dan mereparasi boat di pinggir pantai atau di gudang-gudang ikan milik pengusaha perikanan.

Menurut Imron Rusyadi, badai yang memicu gelombang tinggi itu juga memaksa sejumlah nelayan yang sedang berada di laut lepas mencari ikan buru-buru pulang ke daratan, tanpa hasil tangkapan. Sementara sebagian boat lainnya bergegas mencari perlindungan ke pulau-pulau kecil agar tak diamuk badai dan dilamun ombak.

“Badai yang terjadi sejak Selasa itu telah mengurangi pendapatan nelayan. Karena boat ikan tidak beroperasi, mereka terpaksa beralih ke pekerjaan lain guna memenuhi kebutuhan hidup sehar-hari,” ujarnya.

Panglima Laot Lhok Tapaktuan, Syafi’i menambahkan, sejak gelombang mencapai 3-5 meter di kawasan itu, puluhan boat milik nelayan kini hanya sandar di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Lhok Bengkuang, Tapaktuan.

Panglima Laot Labuhan Tarok, M Imron Rusyadi dan Panglima Laot Lhok Tapaktuan, Syafi’i memprediksi, badai dan angin kencang yang berembus dari arah selatan itu akan terus melanda wilayah tersebut hingga beberapa hari ke depan. “Seperti biasanya badai itu akan berlangsung selama 10-12 hari,” kata Imron berdasarkan pengalaman empirisnya sebagai pelaut, bukan berdasarkan perkiraan BMKG.

Kandas di pantai
Cuaca ekstrem berupa angin kencang yang melanda Abdya sejak Rabu (1/12) sore juga menimbulkan kerusakan di beberapa lokasi. Bahkan sebuh kapal tanker yang sedang mengangkut crude palm oil (CPO) milik PT Socfindo terempas ke pinggir pantai Kecamatan Susoh. Kapal nahas ini harus menunggu bantuan kapal penghela (tugboat) yang akan didatangkan dari Singapura.

Dikisahkan, Rabu sore kapal itu sedang mengisi CPO ke lambungnya yang totalnya ditargetkan 2.000 metrik ton (MT). Kapal dimaksud dijadwalkan akan bertolak ke Meulaboh juga untuk mengisi CPO. Namun, angin yang sangat kencang melanda, sehingga kapal tersebut terseret ke bibir pantai. “Tampaknya harus menunggu bantuan kapal penarik yang akan didatangkan khusus dari Singapura,” jelas Karnodin, staf di Instalasi PT Socfindo, Susoh, saat ditemui Serambi, Kamis di lokasi terdamparnya kapal. Di lambung kapal itu tertulis Josephine-00.

Dampak lain yang juga terjadi akibat angin kencang tersebut adalah padamnya listrik beberapa jam pada sejumlah kawasan di Abdya. Beberapa pohon yang tumbang malah sempat memutuskan aliran listrik di Kecamatan Tangan-Tangan, Manggeng, dan Lembah Sabil, sehingga tiga kecamatan itu gelap gulita beberapa jam. Menjelang pukul 23.00 WIB barulah listrik menyala.

Beberapa baliho dan pohon sempat tumbang. Namun, belum ada laporan korban jiwa. “Kepada masyarakat, khususnya nelayan, kita imbau untuk lebih waspada terhadap kondisi cuaca sekarang ini,” kata Dandim 0110 Abdya, Letkol Arm E Dwi Karyono AS.

Air pasang
Angin kencang dan ombak besar juga sudah dua hari terakhir melanda Aceh Barat. Akibatnya, ratusan rumah di tiga desa dalam kebupaten itu terendam air pasang laut dan nelayan takut melaut, Kamis (2/12).

Ketiga desa di Kecamatan Johan Pahlawan yang terendam air setinggi 40 cm itu adalah Desa Panggong, Padang Seurahet, dan Pasar Aceh. Air pasang juga merendam badan Jalan Perdagangan dan Jalan Blang Puloe Meulaboh. Namun, hingga sore kemarin, peristiwa itu tak menyebabkan seorang warga pun mengungsi dari rumahnya.

Panglima Laot Aceh Barat, Ir T Risman kepada Serambi, Kamis (2/12) sore mengatakan, angin kencang dan ombak besar itu sudah berlangsung dua hari terakhir. Ia perkirakan akan terjadi hingga tiga hari ke depan. “Ini pertengahan bulan, sehingga air pasang naik.”

Menurut Risman, meluapnya air laut ke permukiman penduduk disebabkan tanggul tidak ada. Kalaupun dan sebagian yang bertanggul, pembuatannya tidak maksimal. Padahal, ketiga desa itu (Panggong, Padang Seurahet, dan Pasar Aceh) merupakan desa pinggir laut yang sangat memerlukan tanggul agar terhindar dari pasang purnama.

Risman yang juga anggota DPRK Aceh Barat ini menyebutkan, akibat pasang purnama yang melanda Meulaboh, tak kurang 100 desa di tiga desa itu terendam antara 30-40 cm. Badan jalan juga terendam, sehingga lalu lintas warga terkendala, meski belum sampai macet total.

Koordinator Tagana Aceh Barat, Edi Adnan kemarin mengatakan, saat ini sedang musim pasang laut, sehingga terjadi luapan air laut ke permukiman penduduk. “Petugas kita masih memantau perkembangan air pasang yang melanda Meulaboh,” ujar Edi.

Tak melaut
Panglima Laot Aceh Barat ini menambahkan, akibat ombak besar serta angin kencang, ratusan nelayan di Meulaboh tak melaut karena takut tengelam. Apalagi gelombang Kamis kemarin lebih dahsyat dari hari sebelumnya. Mereka kini mengaso sambil menunggu cuaca kembali normal untuk melaut.

Ia tambahkan, selain nelayan Aceh Barat tak melaut, sejumlah nelayan asal Sibolga, Sumatera Utara, malah terpaksa merapat ke Meulaboh karena takut tenggelam dilamun ombak besar atau diterjang badai. “Sejauh ini belum ada laporan nelayan yang hilang dan harapan kita itu tak terjadi,” sebutnya.

Risman berharap kepada nelayan untuk bersabar menunggu cuaca membaik, baru kembali melaut. Diakuinya, karena hampir semua nelayan tak melaut, stok ikan basah di Aceh Barat kini menipis dan harganya melonjak. (az/tz/riz)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar