Sabtu, 10 September 2011

Dua pos TNI dibakar

SATURDAY, 10 SEPTEMBER 2011 22:06

BANDA ACEH - Wakil Koordinator KontraS Aceh, Asiah Uzia ketika dihubungi malam mini, mengatakan konflik antara warga Desa Simpang Tiga, Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan dengan aparat TNI yang bertugas lokasi tambang bijih besi milik PT. Pinang Sejati Utama (PSU) akan dibuat perdamaian pada Minggu (11/9) besok. Kasus ini sudah ditangani oleh Kepolisian dan Denpom Kabupaten Aceh Selatan.

Laporan yang diterima oleh KontraS Aceh, pada Senin (5/9) malam, sekitar pukul 23.30 WIB empat orang warga Desa Simpang Tiga, Kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan dianiaya oleh aparat TNI Yonif 115 Macan Leuser yang menjaga pertambangan bijih besi PT. PSU.

Berdasarkan hasil investigasi KontraS Aceh, keempat warga tersebut berinisial AA (33), JD (35), ML (40) dan AZ (33) yang sedang dalam perjalanan pulang dari gunung untuk berburu kancil dengan menenteng dua buah senapan angin serta pisau sebagai alat untuk berburu. Ketika melewati PT. PSU, kelompok masyarakat itu dihadang beberapa aparat TNI dan kemudian dibawa ke pos TNI yang juga di Desa Simpang Tiga.

Di pos TNI, mereka diinterogasi. Aparat menuduh mereka telah mencuri batu bijih besi di lokasi PT. PSU. Setelah diinterogasi, JD, AZ dan ML disuruh mandi dalam kolam lumpur tanpa baju sedangkan AA disuruh berdiri sebelah kaki di atas meja sambil mengangkat kursi. Keempatnya juga disuruh push up, merayap, jungkir balik di tanah, dipukul dengan senapan angin, ditendang di dada dan bagian tubuh lainnya. Hingga pukul 04.00 WIB baru dilepaskan dan diperbolehkan pulang.

Esoknya, pada Selasa (6/9) pukul 09.00 WIB warga Desa Simpang Tiga, Kec. Kluet Tengah, Aceh Selatan mendatangi pos TNI di Desa Simpang Tiga. Warga bermaksud menanyakan siapa pelaku penganiayaan terhadap empat warga desa yang terjadi pada Senin malam hingga dini hari di pos TNI tersebut.

Akan tetapi, aparat TNI tidak mau mengakui hingga terjadi keributan dan perang mulut di pos TNI. M. Saleh (30) yang terus mendesak agar aparat memberitahukan siapa pelakunya ditembak oleh Komandan Posko (Danpos) hingga mengalami pendarahan serius. M. Saleh dilarikan ke Puskesmas di Desa Koto yang berjarak sekitar lima kilometer dari lokasi kejadian.

Mengetahui ada yang tertembak, warga marah lalu membakar dua pos TNI, di Desa Simpang Tiga dan Desa Simpang Dua, beserta dua unit sepeda motor milik TNI di kedua lokasi. “Melihat aksi warga itu, TNI yang berada di lokasi tambang milik PT. PSU itu tidak melakukan perlawanan,” sebut Asiah.

Sekitar pukul 12.00 WIB, kelima korban bersama geusyik, tuha peut dan tokoh masyarakat desa menjalani pemeriksaan di Polres Aceh Selatan. Setelah pemeriksaan di Polres, mereka diperiksa lagi di kantor Polisi Militer (POM). Menurut keterangan warga, akan diadakan perdamaian (peusijuek) antara TNI dan masyarakat pada hari Minggu, 11 September 2011 (besok-red).

Sumber waspada.co.id

Kamis, 08 September 2011

356 rumah rusak di Aceh Selatan

THURSDAY, 08 SEPTEMBER 2011 06:11

BANDA ACEH - Wakil Bupati Aceh Selatan, Daska Aziz, mengatakan dari hasil pendataan yang lakukan ada 356 unit rumah penduduk yang mengalami kerusakan, 59 rumah di antaranya rusak berat.

"Hasil pendataan hingga saat ini terdapat 356 unit rumah penduduk yang retak pada bagian dinding, plafon dan lantai," kata Daska Aziz tadi malam.

Disebutkan, dampak gempa yang berada pada koordinat 2,81 LU - 97,85 BT sekitar 59 kilometer timur laut Kuala Baru dengan kedalaman 78 kilometer itu juga merusak dua masjid dan jembatan di lintas jalan negara Tapaktuan-Medan.

Ketua Badan Satuan Penanggulangan Bencana kabupaten Aceh Selatan mengatakan, meski rumah banyak rumah yang rusak namun tidak ada warga yang mengungsi.

"Rumah yang rusak berat dan ringan itu masih dapat ditempati, saya mengimbau warga tetap waspada terjadinya gempa susulan," kata Daska Aziz.

Menurut dia, 356 unit rumah yang rusak berat itu tersebar di beberapa Gampong (desa) yakni Ladang Rimba, Gunung Kapur, Krueng Batee, Ie Jerneh, Cot Bayu, Lhok Raya, Naca dan Gampong Teungoh.

"Masjid di desa Naca dan Gampong Teungoh rusak berat seluruh bagian dindingnya retak dan bangunan mushola Lhok Raya juga rusak ringan," katanya.

Kecamatan Trumon Tengah Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu daerah yang berbatasan dengan Kota Subulussalam dan Aceh Singkil yang berjarak sekitar 600 kilometar arah selatan ibu kota Provinsi Aceh, Banda Aceh.

Sumber Waspada.co.id

Rabu, 07 September 2011

Merkuri Diduga Cemari Panton Luas

Kamis, 25 Agt 2011 08:59 WIB

Tapaktuan, (Analisa). Lingkungan di sekitar Gampong Panton Luas Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Selatan, diduga telah tercemar oleh zat merkuri yang digunakan untuk penambangan emas tradisional di wilayah itu. Diperkirakan sedikitnya 5.000 Kg zat mematikan ini sudah terpapar di sekitar wilayah penambangan.
Fraksi PKPI DPRK Aceh Selatan melalui juru bicaranya, Hendriyono, dalam sidang paripurna I LKPJ Bupati Aceh Selatan di Gedung DPRK Aceh Selatan, Tapaktuan, Rabu (24/8) mengatakan, operasional pertambangan itu tidak mutlak harus ditutup karena telah memberikan kontribusi kepada masyarakat dan daerah Aceh Selatan.

Namun, tegasnya, pemerintah perlu memikirkan masalah pengelolaannya secara baik dan ramah lingkungan sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan dan penambang itu sendiri.

Hasil penambangan emas di daerah itu saat ini mampu meningkatkan pendapatan petani yang mesti dibina oleh Pemkab Aceh Selatan sehingga mampu memberikan pendapatan bagi daerah.

Wilayah perkampungan Panton Luas, Sawang, sekitar 20-an kilometer arah barat Tapaktuan merupakan lokasi penambangan emas secara tradisional sejak satu setengah tahun lalu yang melibatkan ribuan penambang baik berasal dari Aceh Selatan maupun bnerasal dari luar daerah.

Menurut laporan, peralatan pengolahan penambangan emas di sana berupa gelondongan yang dapat menggiling batu dan tanah hingga hancur untuk kemudian dicampur dengan zat kimia merkuri untuk memperoleh emas dengan jumlah mencapai 400 unit.

Pencemaran lingkungan akibat merkuri itu, beberapa bulan lalu, dibuktikan dengan adanya kasus kematian terhadap hewan ternak penduduk setempat serta mulai munculnya gejala alam berupa layunya tumbuh-tumbuhan di sekitar gelondongan.

"Kalau dikalkulasikan, tidak kurang sekitar 5 ton merkuri sudah mencemari di kawasan Sawang akibat penambangan emas tersebut," demikian Hendriyono mengemukakan.

Selain pencemaran lingkungan, berbagai kasus dan insiden muncul di kawasan yang berjarak sekitar 5 kilometer dari jalan negara Tapaktuan-Banda Aceh itu, di mana penambang tradisional sering terjebak dalam timbunan tanah galian guna mendapatkan kemungkinan emas dalam tanah dan batu-batuan.

Para penambang terperangkap dalam timbunan tanah yang longsor akibat penggalian tanah dan batu-batuan di pegunungan atau areal penambangan untuk mendapatkan emas. Di antara mereka ada yang tewas di tempat dan terkubur hidup-hidup.

Atas dasar berbagai kecelakaakn ituitu, diharapkan Pemkab Aceh Selatan melalui dinas terkait agar mampu melakukan pembinaan dan penyuluhan terhadap para penambang sehingga mereka dapat melakukan penambangan dengan cara-cara aman. (m)

Sumber Analisadaily.com

DPRK Desak Bupati Cabut Rekomendasi Alih Lahan

Aceh - Sabtu, 27 Agt 2011 00:51 WIB

Tapaktuan, (Analisa). Di sela-sela penutupan sidang paripurna I DPRK Aceh Selatan yang membahas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Aceh Selatan tahun anggaran 2010 yang dimulai Rabu (24/8), angota DPRK Aceh Selatan mengultimatum Bupati Husin Yusuf agar segera mencabut rekomendasi tentang pengalihan 11.187 hektar lahan untuk pengganti atas kawasan produksi di Sumut.

"Interupsi, interupsi, sehubungan adanya penerbitan rekomendasi tentang pengalihan lahan di wilayah Bakongan untuk sebuah perusahaan sebagai pengganti lahan produksi di Sumut hendaknya segera dicabut, dan saya beri tempo sebulan untuk realisasinya," kata anggota DPRK Aceh Selatan, Ridwan Mas SAg, dengan nada tinggi.

Dia mempertanyakan kebijakan pihak Pemkab Aceh Selatan atas pengalihan lahan untuk PT First Mujur Plantation and Industries di Medan karena tidak berkonsultasi dengan DPRK Aceh Selatan.

Rekomendasi Bupati Aceh Selatan Husin Yusuf No: 522/1112 tanggal 7 Oktober untuk perusahaan tersebut, dibuat setelah adanya rekomendasi Gubernur Aceh No:522/16076 tanggal 27 April 2010.

Surat permohonan PT First Mujur Plantattion and Industries Medan No: 064/FMPI/Mhn/X/2010 tanggal 06 Oktober 2010 kepada Bupati Aceh Selatan meminta agar diberikan lahan pengganti atas kawasan hutan produksi di wilayah Sumut.

Sedangkan lahan yang diberikan Pemkab Aceh Selatan yakni di kawasan Bakongan, Trumon dan sekitarnya dengan jumlah areal mencapai 11.187 hektare.

Ridwan Mas tidak menjelaskan tindakan apa yang akan dijatuhkan kepada Pemkab Aceh Selatan bila ultimatum pencabutan rekomendasi itu tidak digubris Bupati Aceh Selatan, namun secara ekspilist dia mengatakan masyarakat pasti akan bertindak.

Sementara itu anggota DPRK asal pemilihan Trumon, Zufadli, mengatakan, pihaknya akan melakukan konsolidasi dan kordinasi dengan para kepala desa di wilayah Bakongan Raya atas rekomendasi bupati tersebut.

"Tukar guling sama dengan penjualan lahan kita, tentu masyarakat tidak menerimanya," kata anggota Fraksi Partai Aceh itu.

Berkaitan dengan adanya penggantian lahan untuk perusahan itu atas hutan produktif di Sumut, merupakan penjabaran Inpres tentang penukaran lahan dalam satu pulau antar provinsi.

Penukaran/pengalihan lahan itu sesuai dengan Inpres sehingga tidak menyalahi aturan, demikian sumber yang tidak diidentifikasi dengan alasan etika pemerintahan. (m)

Sumber Analisadaily.com

Operasional Ekspor Bijih Besi Diduga Ilegal, Aceh Selatan Rugi Rp20 Miliar

Aceh - Kamis, 25 Agt 2011 08:58 WIB

Tapaktuan, (Analisa). Kegiatan operasional ekspor bijih besi yang ditambang dari kawasan hutan Gampong Simpang II Meunggamat, Kluet Tengah, Aceh Selatan oleh PT. Pinang Sejati Utama (PSU) yang telah berlangsung hampir setahun, ternyata tidak memiliki izin resmi sehingga patut dihentikan.
"Persoalannya, sekarang, siapa yang berani menghentikan kegiatan ekspor yang diduga ilegal itu jika gubernur dan bupati Aceh Selatan tetap memberikan rekomendasi dan perizinan yang dibutuhkan perusahaan," kata beberapa anggota DPRK Aceh Selatan sebagaimana direkam Analisa di Tapaktuan, Senin (22/8), usai pemandangan umum anggota dewan dalam sidang paripurna I DPRK tentang LKPJ Bupati Aceh Selatan.

Menurut salah seorang anggota dewan, dugaan terjadi praktik ilegal dalam kegiatan ekspor bahan tambang galian B itu ke China, sehubungan tidak mampunya manajemen PT. PSU memperlihatkan dokumen eskspor.

Kecuali hanya berupa izin bupati dan gubernur Aceh, sedangkan untuk kegiatan ekspornya harus mengantongi izin dari Kementerian Pertambangan dan Sumberdaya Energi RI.

Dari kegiatan ekspor ilegal itu, negara dan daerah dirugikan sedikitnya Rp20 miliar jika dikaitkan dengan jumlah ekpor atau pengapalan yang mencapai 15 kali.

Hitungan itu, berupa kewajiban royalti yang belum dibayar ke daerah, bagi hasil sebesar 10 persen, reklamasi pra-ekploitasi, reklamasi pascaeksploitasi dan retribusi areal penumpukan.

Heran

Wakil Ketua DPRK Aceh Selatan Marsidiq yang ditanyai Analisa di Tapaktuan, Senin (22/8), menyatakan, keherannya atas persoalan tersebut.

"Pihak eksekutif betul-betul lemah kinerjanya, banyak hal yang tidak terselesaikan. Tetapi ironisnya, Pemkab (bupati-red) tidak mau berkonsultasi dengan DPRK selaku mitra kerjanya, sehingga banyak persoalan yang tumpang tindih," katanya.

Sementara itu, rapat paripurna I DPRK Aceh Selatan, juga menyoroti besarnya tunggakan PT. PSU yang sangat merugikan daerah di tengah morat-maritnya keuangan.

Sedianya, PT. PSU yang telah direkomendasikan penutupan operasionalnya secara transparan melakukan pengelolaan penambangan berikut eskpornya sehingga daerah tidak dirugikan dengan cara-cara mafia pertambangan tersebut.

Beberapa bulan lalu, hampir semua fraksi di DPRK mendesak agar bupati segera menutup operasional PT. PSU tersebut, bahkan F-Demokrat dengan tegas meminta penutupan operasional secara permanen.

Tiga fraksi lainnya masing-masing Partai Aceh, F-KB dan F-PKPI hanya memberi pendapat untuk diutup sementara.

Operasional pertambangan yang diekploitasi merupakan kerjasama Koperasi Serba Usaha (KSU) Tiga Manggis Gampong Simpang II Meunggamat dengan PT Pinang Sejati Utama, dinilai tidak kontributif terhadap daerah dan masyarakat setempat.

"Kewajiban yang harus dibayar oleh PT. PSU selama kegiatan penambangannya dan eskpor ke China setidaknya mencapai Rp20 miliar," kata kalangan DPRK seraya menyatakan, akan mengangkat masalah itu secara terang-benderang baik melalui forum resmi maupun penggunaan hak inisiatif mereka. (m)

Sumber Analisadaily.com

Ulat Bulu Makin Mencemaskan di Samadua

Sabtu, 27 Agustus 2011 10:29 WIBShare |

TAPAKTUAN - Serangan ribuan ulat bulu di Desa Batee Tunggai, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan, yang telah berlangsung sepekan lebih itu, kini semakin mencemaskan. Sementara Pemkab setempat hingga kini masih tutup mata. M Ical (30) warga Desa Batee Tunggai, kepada Serambi, Jumat (26/8) mengatakan, serangan ulat bulu yang hampir berlangsung dua pekan itu kini semakin meresahkan. Selain jumlahnya terus bertambah dan menjalar ke pohon cemara lainnya di komplek wisata itu, binatang melata itu juga semakin mengancam kesehatan keluarganya.

Betapa tidak, sebelumnya hanya menjalar di teras dan di atas atap rumah, tapi kini binatang itu sudah masuk ke dapur dan kamar mandi. ”Kami terpaksa setiap hari membersihkan bak mandi, karena dimasuki ulat bulu,” katanya. Meski serangan ulat bulu itu sudah berlangsung sepekan lebih, namun hingga kini belum ada upaya dari instansi terkait untuk memusnakan binatang tersebut. Padahal sejumlah pejabat dari dinas pertanian dan peternakan sudah turun ke lokasi melihat langsung serangan ulat bulu itu, tapi hingga kini belum ada tanda-tanda akan dibasminya binatang tersebut.

M Ical kembali mendesak dinas terkait untuk segera menanggulangi serangan ulat bulu dimaksud, sehubungan dengan menyambut Hari Raya Idul Fitri. Sebab kalau hama ulat bulu itu tidak segera ditanggulangi dipastikan warung-warung di pinggir pantai wisata Bidadari itu tidak bisa buka, karena ulat-ulat itu bergantungan di pohon dan pondok-pondok kecil yang dibangun warga. “Hari raya sudah dekat, kami masyarakat bermohon ke dinas terkait untuk segera membasmi ulat bulu tersebut,” pintanya.(az)

Sumber Serambinews.com

Selasa, 06 September 2011

Ribuan Ulat Bulu Serang Desa Batee Tunggai

Selasa, 23 Agustus 2011 16:25 WIB

Seorang warga memperlihatkan ribuan ulat bulu yang menempel di pohon cemara di kawasan tepi pantai Desa Batee Tunggai, Samadua, Aceh Selatan, Senin (22/8). SERAMBI/AZHARI

TAPAKTUAN- Ribuan ulat bulu ditemukan di sejumlah pohon cemara di kawasan pantai Desa Batee Tunggai, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan. Fenomena ini membuat warga setempat ketakutan, karena kerumunan binatang melata itu juga mulai memasuki rumah penduduk.

M Ical (30) seorang penghuni rumah di tepi pantai wisata Desa Betee Tunggai, kepada Serambi, Senin (22/8) mengaku sangat resah dengan kehadiran ulat bulu yang tiba-tiba menyebar dan menyerang pohon cemara di belakang rumah yang disewanya itu.

M Ical menjelaskan, dirinya baru mengetahui ulat bulu tersebut menempel di batang pohon cemara di belakang rumahnya itu sepekan lalu. Awalnya jumlah ulat bulu itu tidak seberapa, tapi ia sangat terkejut ketika melihat binatang itu semakin hari semakin banyak dan menyebar ke pohon lainnya. Bahkan dalam tiga hari dua pohon cemara mati dibuatnya dan sejumlah pohon lainnya juga sudah mulai meranggas.

Melihat hama ulat bulu yang jumlahnya terus bertambah itu, pihaknya langsung membakar pohon tersebut. Tapi upaya yang dilakukan itu tidak membuahkan hasil, malahan binatang itu terlihat semakin banyak.

Tidak hanya menjalar ke pohon-pohon, binatang itu juga sudah mulai masuk ke rumah warga. Fenomena ini sangat meresahkan pemilik rumah tersebut. Karena itu ia meminta pihak terkait untuk segera menanggulangi serangan ulat bulu tersebut. “Kami mengharapkan supaya dinas erkait segera menanggulangi hama ulat bulu tersebut,” katanya.(az)

Masyarakat Tapaktuan Berhamburan Akibat Gempa Singkil

TUESDAY, 06 SEPTEMBER 2011 03:24

BANDA ACEH – Masyarakat Tapak tuan, Kabupaten Aceh Selatan berlarian keluar rumah sesaat terjadinya gempa yang berkekuatan 6,7 Skala Richter yang berpusat di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, sekitar pukul 00.55 WIB.

Berdasarkan informasi dari Abdul Jalil salah seorang warga yang berhasil dihubungi Waspada Online mengatakan bahwa masyarakat dikabupaten tersebut semua keluar rumah akibat gempa yang kekuatannya sangat dirasakan oleh kabupaten tetangga yang jaraknya sangat dekat dari pusat gempat tersebut.

“ Yah masyarakat pada berhamburan keluar rumah, dan gempa sangat terasa disini” ujarnya.

Sementara itu salah Rosyid salah seorang masyarakat di Kabupaten Aceh Singkil yang berhasil dihubungi Waspada Online menjelaskan bahwa hingga saat ini dipusat kota Kabupaten tidak ada kerusakan berarti, namun dia tidak bias memastikan didesa-desa lain.

“ Kalau dipusat tidak ada bangunan yang rubuh bang, tapi kalau di desa-desa lain hingga saat ini belum diketahui situasinya” sebutnya.

Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa yang berkekuatan 6,7 SR tersebut terjadi pukul 00.55 WIB, Selasa (6/9/2011). Koordinat gempa berada di 2.81 LU - 97.85 BT. Pusat gempa berada 59 kilometer Timur laut Singkil Baru, Aceh, atau 78 kilometer Barat Daya Kabanjahe, Sumut. Gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami.

Sumber Waspada.co.id

Diguyur Hujan, Lima Desa Diterjang Banjir


Minggu, 21 Agustus 2011 09:14 WIBShare |

TAPAKTUAN - Hujan lebat yang mengguyur Kabupaten Aceh Selatan, Sabtu (20/8) sore, mengakibatkan ratusan rumah dalam lima desa di Kecamatan Labuhan Haji Barat diterjang banjir.

Belum ada warga yang mengungsi, namun bencana banjir yang terjadi menjelang waktu berbuka puasa itu mengakibat warga kalang kabut menyelamatkan barang dagangan dan perlengkapan rumah tangganya dari genangan banjir.

Camat Labuhan Haji Barat, H Manaf Aldy kepada Serambi, tadi malam melaporkan, hujan deras yang terjadi sepanjang Sabtu (20/8) sore kemarin mengakibatkan sejumlah anak sungai meluap hingga menggenangi ratusan unit rumah penduduk di lima desa.

Ratusan rumah warga yang digenangi banjir dengan ketinggian 50- 100 Cm itu meliputu Desa Kuta Trieng, Peulokan, Tengoh Iboh, Ujung Padang, Desa Tutong.(az)

Sumber Serambinews.com

Senin, 05 September 2011

Tiga Desa di Bulohseuma Masih Terisolir

Jumat, 19 Agustus 2011 09:22

TAPAKTUAN - Tiga desa di Kemukiman Bulohsema, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, hingga Rabu (17/8) masih terisolasi karena transportasi laut ke kawasan itu masih lumpuh menyusul tersumbatnya mulut muara akibat diterjang badai Sabtu (13/8) malam lalu. Ketiga desa itu adalah Desa Kuta Padang, Tengah, dan Desa Raket.

Jamaluddin, tokoh pemuda Trumon, kepada Serambi, Rabu (17/8) melaporkan, transportasi laut ke kawasan Bulohseuma masih terganggu. Ratusan kepala keluarga yang berdiam di daerah terpencil itu masih terkurung tidak bisa ke luar karena kapal motor yang selama ini menjadi alat transportasi vital bagi warga setempat, termasuk untuk memasok barang kebutuhan pokok, belum bisa beroperasi.

“Keterisoliran kali ini bukan akibat angin kencang dan gelombang tinggi, melainkan karena muara di Desa Rakit masih tertimbun sedimen akibat diterjang badai Sabtu (13/8) malam pekan lalu,” katanya. Ia menambahkan, kondisi ini diperparah dengan bibir pantai yang selama ini dilintasi warga juga tidak bisa dilintasi karena terkikis gelombang.

Hal ini dibenarkan Camat Trumon, Isa Ansari. Ia mengaku sudah empat hari masyarakat di tiga desa itu tidak bisa bepergian ke pusat kecamatan. Hal ini dapat dilihat dari ketidakhadiran para kepala desa dan perangkat desa dari daerah terpencil itu pada upara memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerderdekaan RI ke-66 yang dilaksanakan di pusat kecamatan.

“Biasanya para kepala desa dan perangkat desa di daerah terpencil itu selalu hadir. Tapi kali ini mereka tidak kelihatan,” katanya. Bukan hanya itu, akibat tersumbatnya mulut muara Bulohseuma itu juga berdampak buruk terhadap perekonomian masyarakat setempat. Sebab jika mulut muara tersebut tersumbat, masyarakat di daerah itu tidak bisa menjual hasil pertaniannya ke pusat kecamatan atau sebaliknya membeli kebutuhan pokok.

Karena itu masyarakat di daerah terpencil itu sangat berharap kepada pemerintah untuk menuntaskan pembangunan peningkatan jalan Keude Trumon-Bulohseuma yang kini masih tersisa sekitar 16 Km lagi. Hal ini sesuai dengan janji Kadis Bina Marga Cipta Karya Aceh, Muhyan Yunan dalam pertemuannya dengan masyarakat Trumon di Banda Aceh beberapa waktu lalu yang mengatakan, proyek lanjutan peningkatan jalan Keude Trumon dilaksanakan awal Agustus 2011. “Kami masyarakat sangtat berharap peningkatan jalan tersebut segera dituntaskan. Pak Muhyan jangan hanya berjanji,” kata Jamaluddin.(az)

sumber : Serambinews.com

Jumat, 19 Agustus 2011

Lima Desa Terpencil di Aceh Selatan Dapat Bantuan LTS

Jumat, 12 Agustus 2011 09:35

TAPAKTUAN - Lima desa terpencil di Kabupaten Aceh Selatan mendapat bantuan 110 unit listrik tenaga surya (LTS) dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM).

Kadis Pertambangan Energi dan Sumberdaya Mineral Aceh Selatan, T Asrul S Hut, kepada Serambi, Rabu (10/8) mengatakan, Pemkab Aceh Selatan dalam tahun ini mendapat bantuan 100 unit LTS dari Kementerian ESDM.

LTS dengan sarana pendukung antara lain penampung sinar matahari (solar cell), baterai penampung energi, kabel, stop kontak itu akan dibagikan secepatnya kepada 100 kepala keluarga warga yang tersebar di lima desa terpencil yang belum menikmati listrik PLN, yakni Desa Indarung, Kecamatan Kluet Tengah, Desa Tapak Aulia Kluet Timur dan tiga desa di Kemukiman Bulohseuma, Kecamatan Trumon, yakni Desa Raket, Gampong Tengoh dan Desa Kuta Padang.

Bantuan itu disalurkan bantuan sesuai dengan data desa tertinggal di lima desa itu. Setiap rumah tangga akan mendapatkan masing-masing satu unit. “Dengan hadirnya PLTS tersebut, maka tidak ada lagi desa di daerah ini yang gelap gulita,” katanya.

Selain mendapat batuan LTS 100 unit dari Kementerian ESDM, pada tahun ini Pemkab juga mendapat 100 unit LTS bantuan Otsus. LTS bantuan Otsus itu akan digunakan sebagai sarana penerangan jalan Nyak Adam Kamil, yakni jalan menuju pendapa bupati.(az)

Sumber serambinews.com

Populasi Buaya di Wilayah Bakongan Diperkirakan Meningkat

Aceh - Selasa, 09 Agt 2011 00:17 WIB

(Analisa/muhammad ali) Sebuah sungai di Gampong Bukit Gading, Kecamatan Kota Bahagia dengan sarana MCK serba darurat di bawah rumpun bambu. Di sungai ini, menurut warga buaya sering muncul membuat warga cemas untuk memanfaatkan sungai yang juga merupakan sumber kehidupan.
Tapaktuan, (Analisa). Populasi buaya di wilayah Bakongan diperkirakan meningkat yang ditandai dengan bertambah banyaknya jumlah anak buaya yang berkeliaran dibarengi meluasnya sebaran. Kondisi ini sangat mencemaskan warga, sebab rata-rata sungai tempat buaya berkeliaran merupakan sumber daya alam yang berperan penting kehidupan masyarakat dan rata-rata membentang di perkampungan penduduk.
Menurut keterangan warga di sejumlah gampong di Bakongan, Minggu (7/8), kemunculan anak buaya dalam jumlah banyak sudah berlangsung dalam beberapa bulan terakhir. Kemunculan makhluk dari keluarga crocodylidae tidak hanya terbatas di sungai-sungai pedalaman, tapi telah merambah ke aliran sungai-sungai di perkampungan yang terletak di pinggiran jalan nasional lintas Aceh-Sumatera Utara.

Wilayah Bakongan meliputi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Bakongan, Bakongan Timur, dan Kecamatan Kota Bahagia yang terletak di bagian pedalaman. Menurut warga, kemunculan buaya di aliran sungai yang melintas di ruas jalan nasional Aceh-Sumut berlangsung sejak beberapa bulan terakhir.

Hewan melata dan buas itu mulai sering terlihat di sungai pinggiran Kota Kedai Bakongan, Ibukota Kecamatan Bakongan hingga Gampong Baro, Seubadeh maupun Seulikat, Krueng Cangkoi di Bakongan Timur serta sungai-sungai lainnya yang rata-rata mengalir di pemukiman penduduk. "Buaya berukuran kecil sering muncul sekitar pukul 05.00 WIB di sungai itu dan dapat dilihat dari atas jembatan," kata warga di Ujung Pulo sembari menunjuk ke sungai yang hanya terletak sekitar 50 meter dari kediaman penduduk.

Menerkam Warga

Di Kedai Bakongan, menurut warga sekitar sepekan yang lalu warga melihat seekor buaya besar berkeliaran di sungai itu. Diperkirakan itulah buaya yang pernah coba menerkam seorang yang sedang mengamil wudhuk di sungai, namun luput. "Hanya tangannya saja yang terluka," kata beberapa nelayan kepada Analisa. Buaya juga mulai muncul di sungai yang mengalir bersisian dengan kompleks Kantor Kejari Bakongan Gampong Ujung Mangki.

Di Kemukiman Beutong, Kecamatan Kota Bahagia, sejak Gampong Drien hingga Bukit Gading dan Gampong Beutong yang seluruhnya berada di pedalaman wilayah Bakongan, buaya akhir-akhir ini terlihat bertambah banyak dengan ukuran yang digambarkan masih kecil dengan panjang sekitar 25 cm hingga 50 cm. "Saat anak-anak ramai mandi sering terlihat anak buaya muncul di seberang sungai dan disoraki," kata Kepala Kemukiman Beutong, Tamnir kepada Analisa Minggu di Gampong Bukit Gading.

Hingga kini warga tidak tahu persis dari mana asal muasal buaya yang populer juga dengan sebutah alligator itu. Namun, menurut warga, sesuai sejumlah informasi yang berkembang buaya awalnya dilepas terkait upaya pelestarian yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten di bidang itu dengan mendatangkan bibit buaya dari luar daerah.

Dan ternyata, tidak hanya di Bakongan, tapi buaya juga didapati di beberapa sungai di Kecamatan Kluet Selatan pada kawasan yang berbatasan dengan Kecamatan Bakongan. Seperti sungai di Pasie Lembang, Genting Buya.

"Di Pasie Lembang buaya sudah lama muncul, sejak beberapa tahun yang lalu," kata Harun Daud, seorang warga Gampong Pasie Lembang, Kecamatan Kluet Selatan.(ma)

Sumber Analisadaily.com

Rabu, 10 Agustus 2011

Masyarakat Adat Teurbangan Tetap Tolak PT PSW

Aceh - Sabtu, 09 Jul 2011 10:52 WIB

Tapaktuan, (Analisa). Aliansi Masyarakat Adat Teurbangan (AMAT) Pasie Raja Aceh Selatan me nyatakan, mereka tetap menolak kehadiran PT Pinang Sejati Wati (PSW) yang merupakan anak perusahaan PT Pinang Sejati Utama (PSU) untuk mengeksploitasi bijih besi di kawasan seluas 1.200 Hektare lahan milik masyarakat.
"Sampai kapanpun kami tetap menolak, apalagi rencana penambangan tersebut tidak melalui studi kelayakan dan persetujuan masyarakat pada umumnya," kata Kordinator AMAT Pasie Raja, Surya Dharma, kepada Analisa di Tapaktuan, Jumat (8/7).

Diungkapkan, manajemen PT PSW, sempat membujuk masyarakat Pasei Raja untuk menyerahkan lahannya yang potensial bagi deposit bijih besi. "Tetapi umumnya masyarakat di sana tetap solid dan konsisten untuk tidak memberikan lahan garapan pertambangan itu kepada pihak perusahaan," kata pengurus AMT lainnya.

Menurut warga, kehadiran perusahaan pada kawasan pertambangan akan tetap menjadi sumber kehancuran sosial kemasyarakatan dan lingkungan hidup. Bukti-bukti yang sudah terlihat yakni di Gampong Simpang II Meunggamat Kluet Tengah Aceh Selatan oleh PT PSU yang akhirnya merusak lingkungan, terhentinya aliran sungai dan hancurnya badan jalan kabupaten.

Kalaupun kemudian pengangkutan bijih besi tidak lagi melalui badan jalan Kotafajar-Meunggamat Kluet Tengah, namun sisa-sisa kehancuran badan jalan itu belum bias dihapuskan. Alhasil, Pemkab Aceh Selatan yang harus membangun badan jalan tersebut di tengah sulitnya anggaran pembangunan.

Anggota DPRK Aceh Selatan, Martunis dari Fraksi Partai Aceh, sependapat dengan warga yang menolak kehadiran persuahaan pertambangan yang rencananya mengeksploitasi bijih besi pada bentangan lahan Gampong ujung Batu-Paya Ateuk seluas 1.200 Ha.

"Saya mendapat laporan dan menangkap aspirasi rakyat setempat bahwa mereka tetap menolak karena rencana itu di lahan milik warga," katanya. Menurutnya, terdapat alasan lain yang juga sangat rasional bila ada penolakan tersebut, selain hancurnya lahan masyarakat juga akan terjadi monopoli oleh sebuah perusahaan.

Kepala Dinas Pertambangan dan SDM Aceh Selatan, T Asrul SHut, yang ditanyai Analisa di Tapaktuan, Rabu lalu, tidak mengetahui persis rencana penggarapan tambang bijih besi oleh PT PSW di Pasie Raja.

Secara eksplisit, dia juga tidak sependapat bila hanya ada sebuah perusahaan yang melakukan ekploitasi di Aceh Selatan, karena kesannya akan monopolistk. "Janganlah hanya perusahaan-perusahaan itu-itu saja yang menambang bijih besi," katanya.

Sejauh ini, operasional penambangan bijih besi PT PSU di Simpang II Meunggamat Kluet Tengah belum dapat dihentikan kendati rekomendasi penutupan operasional oleh DPRK Aceh Selatan sudah disampaikan.

Bahkan, pertimbangan Pemkab Aceh Selatan pun mengarah kepada penutupan, namun perusahaan penambang mineral bijih besi itu masih leluasa melakukan operasionalnya.

"Sekarang ini PT PSU telah membuka 200 Ha lagi areal penambangan di Gampong Simpang III Meunggamat yang bekerja sama dengan sebuah KSU setempat," sebut sumber di Pemkab Aceh Selatan, Jumat (8/7).

Pemerintah provinsi dan kabupaten hendaknya tidak menutup mata dampak ekologis dan sosial sebagaimana direkomendasikan hampir semua fraksi di DPRK. (m)

Sumber Analisadaily.com

Aceh Selatan Krisis Air Bersih

TUESDAY, 26 JULY 2011 10:16

TAPAKTUAN - Masyarakat enam desa di Kecamatan Trumon Tengah, Kabupaten Aceh Selatan yang berada di lereng gunung dalam beberapa hari ini mengalami krisis air bersih. Kondisi ini disebabkan sumber air pegunungan yang mengairi rumah mereka mengalami kekeringan menyusul musim kemarau yang terjadi dalam sebulan terakhir.

Camat Trumon Tengah, Abdul Munir, mengatakan ratusan kepala keluarga masyarakat enam desa mulai di wilayahnya mulai kesulitan mendapatkan air bersih. Meski masyarakat yang berdomisili di lereng gunung itu sudah bergotong royong mencari sumber air bersih yang layak, namun tidak berhasil, karena semua alur dan mata air di pegunungan itu sudah kering.

Kondisi ini diperparah dengan menyusutnya debit air sungai sehingga warga terpaksa mandi dan mencuci di air sungai berwarna kuning yang sudah terkontaminasi kotoran manusia dan limbah rumah tangga. Sementara untuk kebutuhan memasak dan air minum warga terpaksa membeli air bersih isi ulang di kios dengan harga Rp5.000 per galon.

Menurutnya, warga mulai khawatir bila dampak kekeringan itu tidak segera diatasi dengan cara membangun sumber air bersih yang memadai. “Warga sangat menantikan adanya upaya pemerintah daerah untuk membangun sarana air bersih yang memadai,” katanya, tadi pagi.

Enam desa di Kecamatan Trumon Tengah yang mengalami krisis air bersih itu, meliputi Desa Ladang Rimba, Pulau Paya, Cot Bayu, Jambo Papeun, Naca dan Lhok Raya

Sumber Waspada.co.id

Senin, 08 Agustus 2011

DAS Rampong Ancam Pemukiman Warga

FRIDAY, 08 JULY 2011 21:40

TAPAKTUAN - Erosi atau pengikisan yang terjadi pada Sungai Rambong, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan, akibat hantaman arus deras setiap musim penghujan kini semakin parah. Bahkan kerusakan daerah aliran sungai (DAS) itu dapat mengancam keselamatan ratusan rumah dan lahan perkebunan warga yang berada di sepanjang aliran sungai itu.

Camat Samadua, Said Junaidi, mengatakan masyarakat lima desa dalam Kemukiman Suak, yakni Desa Lubuk Layu, Air Sialang Hulu, Air Sialang Hilir, Jilatang dan Suak Hulu, kini semakin diresahkan dengan erosi Sungai Rambong yang dalam beberapa bulan terakhir ini terus menggerus bibir jalan dan perkampungan penduduk.

Selain mengancam badan jalan desa dan perkampungan penduduk, erosi sungai itu juga mengancam ratusan kuburan umum, dan fasiltas umum lainnya. Bahkan satu unit bangunan tempat berwudu Mushalla Dusun Aur, Desa Payau Nan Gadang kini dalam kondisi miring dan retak-retak karena tanggul pengaman tebing sudah ambruk diterjang arus.

Sumber waspada.co.id

Kamis, 04 Agustus 2011

20 Ha lahan perkebunan Aceh terbakar

MONDAY, 27 JUNE 2011 21:05

BANDA ACEH - Sekitar 20 hektare lebih lahan perkebunan di kawasan hutan Ladang Panjang Gampong (Desa) Ladang Rimba Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, dilaporkan rusak berat akibat terbakar.

Tokoh pemuda Kecamatan Bakongan Timur, T Syamsinahya (25) di pusat ibu kota Kabupaten Aceh Selatan, Tapaktuan, Senin mengatakan kebakaran yang terjadi sejak beberapa hari terakhir ini telah menghanguskan delapan hektare perkebunan kakao dan sawit.

"Hingga saat ini apinya terus meluas, kalau dibiarkan tentu akan bertambah parah, saat ini saja sudah 20 hektare lebih sudah terbakar," kata T Syamsinahya.

Sumber api diduga dari pembakaran lahan perkebunan yang dilakukan warga. Menurutnya, warga dari berbagai desa di kecamatan yang berjarak sekitar 70 Km arah timur ibu kota kabupaten itu secara gotong royong berupaya melakukan pemadaman.

Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kabupaten Aceh Selatan itu berharap pemerintah atau pihak untuk melakukan penanganan."Kami berharap pemerintah untuk melakukan upaya pemadaman agar kerugian dapat diminimalisir serta mencegah kemungkinan yang tidak diinginkan," katanya lagi.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Kehutanan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Selatan, T Masrul, mengatakan kebakaran lahan yang terjadi di Kecamatan Bakongan itu akibat pembakaran rumput di kebun milik warga.

"Daerah itu kawasan hutan gambut, kami akan berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana untuk mengatasinya," kata T Masrul.

sumber waspada.co.id

Selasa, 02 Agustus 2011

Bakongan Mulai Diselimuti Kabut Asap

20 June 2011
Tapaktuan | Harian Aceh – Sebagian besar wilayah Kecamatan Bakongan Kabupaten Aceh Selatan dalam seminggu terakhir mulai diselimuti kabut asap, akibat kebakaran lahan di daerah tersebut.
Keuchik Drien Bakongan, Abdul Kadir, kepada Harian Aceh, Minggu (19/6) mengatakan, kabut asap terlihat jelas menutupi sebagian besar wilayah di sana pada jam malam hingga pagi hari. “ Tetapi memasuki siang hari, kabut terus menipis, kecuali ada angin kencang, asap kembali tampak senja hari,” katanya.
Menurutnya, asap tersebut berasal dari lahan gambut yang terbakar di dua lokasi, yakni di gampong Drien terbakar sejak Senin (13/6) lalu dan di perbatasan gampong Ujong Padang dengan gampong Keude Bakongan yang terbakar sejak Kamis (16/6).
Areal terbakar diperkirakan sudah mencapai puluhan hektar. Padahal, kata dia, masyarakat telah berupaya untuk memadamkan kebakaran tersebut, bahkan telah mengerahkan mesin penghisap dan penyemprot air, namun api yang merambat dibagian bawah lahan tidak juga dapat dipadamkan.
Kadir melaporkan, sementara ini masyarakat yang berada di tiga gampong dalam keadaan waspada dan terus berjaga-jaga untuk antisipasi merembetnya api kepemukiman penduduk, sebab cuaca ekstrim belakang ini, memungkinkan hal itu terjadi. “Untuk itu Pemerintah di Kecamatan telah menempatkan satu unit mobil PMK, namun wilayah kerjanya hanya di bagian tepi yang dapat dilalui, sedangkan bagian terdalam tidak terjangkau,” sambungnya.
Sementara itu, Subki Anggota DPR Kabupaten Aceh Selatan berharap kerja sama yang telah dibangun masyarakat ini dapat menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten, sehingga dapat ditingkatkan lagi dengan membentuk masyarakat peduli api guna penanganan dini, mengingat kecamatan Bakongan rawan terjadi kebakaran lahan.
Selain itu, kata politisi Partai Aceh asal Bakongan ini, dengan upaya kerja sama pemerintah di kecamatan, melalui sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan pembukaan lahan tanpa bakar, masyarakat dapat sadar dan peduli lingkungan. “Mudah-mudahan langkah ini dapat meminimalisasi timbulnya titik api baru di Bakongan,” harapnya.(cia)

Sumber Harian Aceh.com

Senin, 01 Agustus 2011

Flu Burung Resahkan Warga Tapaktuan

TUESDAY, 07 JUNE 2011 23:11

TAPAKTUAN - Serangan flu burung (Avian Influenza) yang melanda kawasan Gampong Lhok Ketapang, Kec. Tapaktuan, Kab. Aceh Selatan yang mengakibatkan ratusan ekor burung dan puluhan ternak ayam mati mendadak, mengundang keresahan warga.

Pasalnya, penyakit yang mamatikan dikhawatirkan bisa mewabah terhadap manusia. Sejauh ini belum ada penanganan dari dinas terkait, meski hasil penelitian dinyatakan penyakit flu burung positif berjangkit dan menyerang ternak warga.

Warga Lhok Ketapang, mengatakan kekecewaannya terhadap Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Aceh Selatan. Mereka menuding dinas cuek dan santai mengatasi dan menanggulangi serangan penyakit mematikan itu. “Bayangkan mereka masih cuek menanganinya, mungkin menunggu ada korban manusia,” sebut Darwin, 60.

Sementara Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan Aceh Selatan, Ismail Us, yang dihubungi di kantornya, mengaku pihaknya kesulitan menangani, karena persoalan dana, meliputi biaya pengadaan obat-obatan, honor petugas serta biaya konvensasi bagi ternak ayam warga yang harus dimusnahkan dalam radius 1.000 meter dari lokasi penemuan pertama.

Menurut dia, dana penanggulangan tersebut tidak tersedia di dinasnya, sehingga terpaksa minta dana bantuan hibah kepada bupati. ”Kita telah mengajukan permohonan bantuan Rp15 juta, tapi sejauh ini belum ada realisasinya,” sebut Ismail didampingi Kabid Keswan, Hamzah.

Ia mengakui penanganan penyakit tersebut harus segera dilakukan karena bisa mewabah terhadap ternak di daerah lain termasuk bagi manusia. Sebagai langkah antisipatif sementara, ternak ayam di lokasi yang telah terserang, hendaknya tidak dikonsumsi atau dibawa ke daerah lain.

Sumber Waspada.co.id

Selasa, 26 Juli 2011

Transportasi Laut di Bulohseuma Kembali Terganggu

Mulut Muara Tertutup Sidimen
Tue, May 24th 2011, 08:38

TAPAKTUAN- Transportasi laut dari Keude Trumon ke Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, sejak Minggu (22/5) sore kembali lumpuh, karena kapal motor tidak beroperasi menyusul mulut muara Bulohseuma tersumbat oleh pasir.

Camat Trumon Isa Ansari, kepada Serambi, Senin (23/5) mengatakan, transportasi laut ke Bulohseuma yang sempat normal dua hari setelah dua pekan lumpuh akibat gelombang tinggi, kini jalur laut ke kawasan itu kembali terganggu, sehingga mengakibatkan tiga desa di daerah terpencil itu kembali terisolasi, yakni Desa Kuta Padang, Rakit dan Gampong Tengoh.

Dikatakan, terganggunya jalur laut ke kawasan itu bukan karena gelombang tinggi. Melainkan karena mulut muara Bulohseuma tertutup sedimen setelah dihantam arus laut Minggu sore, sehingga mengakibatkan kapal motor yang selama ini dijadikan sebagai alat transportasi masyarakat tidak bisa keluar masuk di dalam muara dimaksud.

Bukan hanya mengganggu transportasi masyarakat, namun kondisi ini juga mengakibatkan sebagian besar nelayan di kawasan itu tidak bisa melaut, terutama nelayan yang menggunakan perahu ukuran besar.

Menurut Isa Ansari, pendangkalan yang terjadi pada mulut muara Bulohseuma itu bukan yang pertama, namun peristiwa sudah sering terjadi, terutama pada musim barat seperti yang terjadi pada saat sekarang, karena pada musim tersebut air laut sangat deras mengalir ke tepi.

“Kapal motor dan boat nelayan itu bisa kembali beroperasi setelah warga bergotong royong menggali gumpalan pasir yang menutup mulut muara itu,”katanya. (az)

Sumber : Serambinews.com

PLTB Kluet Mulai Beroperasi Tahun Ini

Mon, May 23rd 2011, 08:54

JAKARTA - Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Kluet, Aceh Selatan, yang dikerjakan PT Gelora Lintas Artha (GLA), dijanjikan mulai beroperasi secara bertahap pada 2011 dengan daya 1 megawatt (MW). PLTB akan beroperasi penuh pada 2012 dengan kapasitas 10 MW.

Target tersebut diutarakan Direktur Utama (Dirut) PT GLA, Mawardi Pohan, menjawab Serambi, Sabtu (21/5). “Kita beroperasi secara bertahap. Tahap pertama menghasilkan 1 MW. Itu saya kira cukup untuk mengaliri listrik di perumahan sekitar,” katanya.

Mawardi Pohan membantah pembangunan proyek tersebut terbengkalai. “Saat ini sedang dikerjakan pembangunannya. Kita sekarang melakukan proses pemagaran lokasi,” kata Mawardi. Sebelumnya sempat diisukan bahwa pembangunan pembangkit PLTB tersebut tersendat dan terbengkalai.

Pembangungunan PLTB Kluet ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Gubernur Irwandi Yusuf pada 1 November 2011. Terletak di Desa Suak Bakong Kecamatan Kluet Selatan. “Kita harapkan PLTB segera bisa beroperasi secara bertahap,” janji Mawardi Pohan yang mengaku perusahaan PT GLA memiliki kantor pusat di Suak Bakong, Aceh Selatan.

Ia menjelaskan PLTB Kluet adalah PLTB ke-6 di Indonesia.”Seluruhnya ada tujuh PLTB. Aceh yang ke-6,” ujar Mawardi yang akrab disapa Ozi Pohan ini.

Awalnya pembangunan PLTB Kluet itu menggandeng perusahaan asal Korea Selatan. Tapi sekarang sudah tidak lagi. “Dulu kita menggunakan perusahaan Korea sebagai tehnical asistence,” tambah Mawardi Pohan. Tapi ia tidak menjelaskan kenapa pihaknya tidak lagi menggandeng perusahaan Korea tersebut. Proyek dengan nilai investasi Rp 50 miliar itu, menurut Mawardi Pohan, akan mendatangkan sejumlah peralatan seperti batrey dari Malaysia.

Gubernur Irwandi pada saat peletakan batu pertama PLTB, menyebutkan kawasan pantai Kandang merupakan pesisir barat Pulau Sumatera yang mempunyai kecepatan anginnya antara 2-4 meter per detik sehingga menarik minat empat investor Korea Selatan, yakni Kim Jong Tae, Go Young Min, Song Jae Sung, dan Baek Gwang Hyun,dan pengusaha Indonesia Marlis Pohan untuk membangun PLTB berkapasitas 10 MW.

Akan dibangun 200 unit tower turbin angin di area seluas 75 hektare. Pembangunan turbin angin penghasil energi listrik dengan teknologi itu hanya membutuhkan kecepatan angin rendah antara 1,6 sampai 3 meter per detik.

Komisaris Utama PT GLA, Marlis Pohan yang dikabarkan sedang berada di lokasi proyek saat ingin dikonfirmasi Serambi melalui saluran telepon seluler tidak berhasil dihubungi. Nomor telepon miliknya tak aktif.(fik)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 25 Juli 2011

Transportasi ke Bulohseuma Kembali Lancar

Gelombang Laut di Trumon Berangsur Norma
Sat, May 21st 2011, 10:14

TAPAKTUAN – Transportasi jalur laut dari Keude Trumon ke Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, yang sempat lumpuh selama dua pekan lebih akibat gelombang tinggi, kini berangsur normal. Pasokan sembilan kebutuhan pokok (Sembako) ke kepemukiman penghasil madu itu kembali lancar. Camat Trumon, Isa Ansari SH, kepada Serambi, Jumat (20/5) mengatakan, gelombang tinggi yang terjadi di perairan Samudera Hindia selama dua pekan lebih kini sudah normal kembali.Belasan kapal motor yang selama ini parkir di muara kini sudah beroperasi kembali mengangkut penumpang dan bahan kebutuhan pokok.

“Alhamdulillah gelombang laut diperairan Trumon sejak Kamis kemarin sudah normal, pasokan sembako ke Bulohseuma sudah mulai lancar kembali.” katanya. Ia mengatakan, walau gelombang laut mulai normal, namun gelombang besar bisa saja terjadi secara tiba-tiba karena saat ini sedang berlangsung peralihan musim, dari timur ke barat. “Angin kencang dan gelombang besar terjadi setiap musim barat. Musim barat berlangsung dari Mei hingga November setiap tahun,” kata Isa Ansari.

Bulohseuma merupakan wilayah paling terisolir di Provinsi Aceh, karena jalan menuju ke daerah ini tidak ada. Masyarakat hanya mengandalkan transportasi seperti kapal kayu kecil dengan waktu tempuh tiga jam dan jika ombak besar tidak bisa digunakan. Pasokan makanan ke wilayah tersebut terhenti, masyarakat Bulohseuma sering mengalami krisis pangan karena satu-satunya transportasi menuju daerah itu hanya melalui laut. Karena itu masyarakat Kemukiman Bulohseuma yang menaungi tiga desa, yakni Desa Kuta Padang, Rakit, dan Gampong Teungoh sangat berharap kepada pemerintah untuk menuntaskan pembangunan peningkatan jalan Keude Trumon-Bulohseuma.

”Kita berharap jalan tembus ke Bulohseuma sepajang 40 km itu bisa tuntas dalam tahun ini, sehingga masyarakat di daerah terpencil itu terbebas dari ketertinggalan,” ujar aktivis LSM Rimueng Lam Kaluet, Bestari Raden yang prihatin terhadap kondisi warga Bulohseuma yang hingga kini belum menikmati hasil kemerdekaan.(az)

sumber : Serambinews.com

Jumat, 15 Juli 2011

Transportasi ke Bulohseuma Masih Lumpuh

* Ratusan KK Terancam Kelaparan
Thu, May 19th 2011, 09:11

TAPAKTUAN - Transportasi jalur laut dari Keude Trumon menuju Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, hingga Selasa (17/5) masih lumpuh. Hal itu disebabkan karena gelombang diperairan Samudera Hindia itu masih tinggi.

Panglima Laot Bulohseuma, Nasruddin, kepada Serambi, Selasa (17/5) mengatakan, hingga kemarin transportasi jalur laut dari Keude Trumon menuju Bulohseuma masih lumpuh. Hal disebabkan kapal motor dan speed boat yang selama ini menjadi alat transportasi utama bagi warga setempat belum bisa beroperasi, karena gelombang laut di perairan itu masih tinggi, yakni berkisar antara tiga hingga empat meter.

Kondisi ini membuat ratusan kepala keluarga yang bermukim di daerah terpencil itu bertambah resah, karena sudah dua pekan tidak bisa bepergian ke pusat kecamatan untuk berbelanja bahan kebutuhan pokok pada hari pekan Minggu kemarin. Mereka juga tidak bisa mengambil raskin, karena tidak adanya angkutan laut. Belasan kapal motor itu kini parkir di muara Keude Trumon dan muara Bulohseuma.

“Kini persediaan beras dan bahan kebutuhan pokok lainnya semakin menipis. Bahkan bila dalam dua hari ini gelombang masih tinggi dan belum ada bantuan yang masuk, maka warga di tiga desa itu, yakni Desa Raket, Kuta Padang, dan Gampong Tengoh akan kelaparan,” lapor Nasruddin.

Bukan itu saja, kondisi ini juga mengakibatkan hasil pertanian dan perikianan i daerah itu kini tidak bisa diangkut ke luar untuk di jual di pasar. “Sudah dua pekan masyarakat tidak bisa keluar untuk berbelanja dan menjual hasil pertaniannya. Kalau semua beras sudah habis, masyarakat terpaksa konsumsi jagung, singkong, dan pisang,” katanya.

Bulohseuma merupakan salah satu daerah terisolir yang masih berada di daratan pulau Sumatera. Untuk menuju ke Bulohseuma warga harus mengarungi laut Samudera Hindia menggunakan kapal motor dengan waktu tempuh antara 2-3 jam akibat belum selesainya pembangunan jalan Keude Trumon-Bulohseuma.(az)

Sumber : Serambinews.com

Aktivitas Pertambangan Biji Besi belum Ditutup Sementara

Sudah Dua Bulan Direkomendasikan DPRK
Thu, May 19th 2011, 09:03

TAPAKTUAN - Kalangan DPRK Aceh Selatan, mempertanyakan tentang rekomendasi hasil sidang paripurna khusus dewan tentang penutupan sementara operasional eksploitasi tambang bijih besi oleh PT PSU di Menggamat yang hingga kini belum ada tindaklanjutnya. Padahal rekomendasi tersebut sudah dikirim oleh pimpinan DPRK ke Pamkab dua bulan lalu.

“Sudah dua bulan rekeomendasi hasil sidang paripurna itu dikirim ke Pamkab, namun hingga kini belum ada tindaklanjutnya,” kata Ketua Komisi C DPRK, Azmir SH. Pertanyaan itu dilontarkan Azmir kepada Sekdakab Aceh Selatan, Drs Harmaini M Si di ruang kerja Sekdakab setempat, Rabu (18/5).

Dikatakan, rekomendasi hasil sidang paripurna dewan penutupan sementara aktivitas pertambangan bijih besi itu harus segera ditindaklanjuti. “Selain untuk memperjelas kelengkapan administrasi dan janji PT PSU untuk memperbaiki kerusakan infrastruktur, hal ini juga untuk menghindari timbulnya imej negatif terhadap wakil rakyat dan Pemkab di mata masyarakat. Karena hingga kini PT PSU masih tetap beroperasi,” tambahnya.

Soal pertambangan bijih besi itu sudah diparipurnakan dalam sidang khusus DPRK Aceh Selatan tanggal 10 Maret 2011 lalu. Dalam sidang itu tiga dari empat fraksi menyepakati pertambangan itu ditutup sementara.

Ketiga fraksi yang sepakat ditutup sementara pertambangan tersebut adalah Fraksi Partai Aceh (FPA), Fraksi Karya Bangsa, dan Fraksi PKPI. Sementara satu-satunya fraksi yang meminta semua operasional pertambangan itu ditutup total, yakni Fraksi Demokrat.

Dari kesepakatan itu pimpinan dewan memutuskan merekomendasi pertambangan bijih besi ditutup sementara. Bahkan ketika menutup sidang paripurna itu pimpinan dewan berjanji segera memusyawarahkan hasil paripurna itu dan selanjutnya diserahkan ke eksekutif untuk ditindaklanjuti. Tapi anehnya hingga kini rekomendasi itu belum juga ditindaklanjuti.

“Kami minta pimpinan DPRK untuk memanggil kembali eksekutif mempertanyakan tentang rekomendasi penutupan sementara aktivitas pertambangan bijih besi tersebut,” katanya.

Terkait masalah tersebut, Sekdakab Aceh Selatan, Harmaini secara tegas menyatakan, hasil sidang paripurna khusus dewan tentang penutupan sementara operasional eksploitasi tambang bijih besi oleh PT PSU di Menggamat, Kluet Tengah, sudah diterima pihaknya.

Bahkan rekomondasi itu sudah ditelaah, namun belum ditindaklanjuti, karena hingga kini pihaknya belum memanggil PT PSU dan KSU Tiega Manggis. “Dalam waktu dekat kita akan memanggil PT PSU. Jika terbukti tidak memiliki kelengkapan izin, kita akan tindak tegas perusahaan itu,”katanya.(az)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 13 Juli 2011

Gelombang Pasang Landa Aceh Selatan

* 150 Meter Badan Jalan Terkikis
Thu, May 12th 2011, 08:59

TAPAKTUAN - Gelombang pasang kembali melanda kawasan pesisir Kabupaten Aceh Selatan. Sedikitnya 150 meter badan jalan dan tujuh kuburan pejuang kemerdekaan di Desa Ujong Pulo Rayeuk, Kecamatan Bakongan Timur (Bakotim), hilang digerus gelombang pasang.

Kepala Desa (Kades) Ujong Pulo Rayeuk, Tgk Jamaluddin didampingi Tuha Peut Bukhari, kepada Serambi, Rabu (11/5) di lokasi mengatakan, masyarakat yang berdomisili di pinggir pantai laut Samudera Hindia dan sekitarnya, kini semakin dicemaskan dengan gelombang pasang yang melanda kawasan itu dalam beberapa hari terakhir.

Gelombang dengan ketinggian dua hingga empat meter itu, terus menggerus pemukiman penduduk. Bahkan dalam sepekan ini puluhan hektare kebun kelapa milik masyarakat berubah menjadi laut. Serta sejumlah kuburan pejuang kemerdekaan juga hilang ditelan ombak.

Bukan itu saja, fenomena alam itu juga mengakibatkan belasan gudang ikan milik nelayan amblas ke laut dan 150 meter badan jalan menuju ke pantai juga terkikis.

Menurutnya gelombang pasang purnama dalam sepekan ini merupakan terparah dalam dua tahun terakhir ini, sejak dilakukan pengerukan pantai untuk penimbunan dermaga Ujong Pulo yang kini dijadikan sebagai tempat penimbunan material batu bijih besi milik PT Pinang Sejati Utama (PT PSU).

Jamaluddin mengakui sudah pernah melaporkan peristiwa itu ke perusahaan dimaksud. Bahkan pihak perusahaan ketika itu berjanji akan menanggulangi bencana itu dengan membangun tanggul sepanjang 500 meter, namun hingga kini belum ada realisasinya.

“Mereka berjanji akan membangun tanggul. Tapi ketika dikonfoirmasi ulang malah mereka secara tegas menyatakan tidak ada urusan dengan abrasi pantai itu. Mereka mengatakan, masalah abrasi pantai itu urusan pemerintah daerah, karena pihak perusahaan sudah membayar semua sewa dermaga dan perizinan pertambangan,” katanya.

Karena itu masyarakat sangat berharap kepada Pemkab dan Pemerintah Aceh untuk segera menanggulangi abrasi pantai itu dengan membangun tanggul di sepanjang pantai itu. Jika ini tidak segera ditanggulangi puluhan rumah warga, Tempat Pengajian Anak-anak (TPA), gedung SD dan sejumlah fasilitas umum lainnya terancam amblas ke laut.

“Selama dua tahun ini sudah 70 meter daratan berubah menjadi laut. Kalau hal ini tidak ditanggulangi dari dini badan jalan negara juga akan amblas ke laut,” katanya.

Sementara itu, Camat Bakotim Sarmiadi ketika memantau gelombang pasang purnama bersama sejumlah unsur Muspika setempat, kepada Serambi secara tegas menyatakan, pihaknya sudah berulangkali melaporkan peristiwa itu Pemkab dan Pemerintah Aceh. Bahkan juga Badan Penanggulangan Bencana Alam di Jakarta, namun hingga kini belum ada realisasinya.

“Kita sudah pernah bermohon kepada Pemkab dan Provinsi pembangunan tanggul di sepanjang pantai itu, tapi hingga kini belum ada realisasinya,” katanya.

Pantauan Serambi, kawasan yang menerima dampak ganasnya gelombang pasang tersebut antara lain pantai Desa Ujung Tanah, Kecamatan Samadua, pantai Desa Batu Itam, dan pantai Desa Lhok Ketapang, Kecamatan Tapaktuan.(az)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 12 Juli 2011

Gelombang Tinggi, Bulohseuma Terisolasi

Mon, May 9th 2011, 14:48

TAPAKTUAN - Tiga desa di Permukiman Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Aceh Selatan, Aceh, kembali terisolasi karena transportasi laut ke kawasan itu terganggu menyusul gelombang di perairan Samudra Hindia itu sangat tinggi.
Camat Trumon, Isa Ansari, Senin (9/5/2011), melaporkan, tiga desa dalam Kemukiman Bulohseuma, yakni Desa Rakit, Tengoh dan Desa Padang, kini kembali terisolir.
Ribuan warga yang berdiam di daerah terpencil itu terkurung tidak bisa keluar karena kapal motor yang selama ini menjadi alat transportasi vital bagi warga setempat, termasuk untuk memasok barang kebutuhan pokok, kini tidak bisa berlayar, sebab gelombang di perairan lautan Samudera Hindia itu sangat tinggi.
Gelombang laut yang ketinggiannya mencapai 2 meter lebih yang terjadi dalam tiga hari terakhir ini bukan akibat diterjang angin kencang, melainkan akibat terjadinya pergantian musim antara musim timur dengan musim barat.(azhari)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 05 Juli 2011

Gajah Makin Mengganas di Aceh Selatan

Thu, May 5th 2011, 16:06

TAPAKTUAN - Gangguan gajah liar di sejumlah desa di Kecamatan Bakongan Timur (Bakotim), Aceh Selatan, dalam beberapa pekan terakhir semakin mengganas. Akibatnya penduduk mulai cemas untuk berpergian ke kebun
Sekdes Simpang, Razali, kepada Serambinews.com, Kamis (5/5/2011), mengatakan, setelah merusak sebuah gubuk milik Yahyah (40) warga Simpang tiga pekan lalu, kini binatang berbelalai itu kian mengganas.
Selain merusak tanaman sawit, pinang, pisang, kacang dan tanaman palawija lainnya milik warga. Kawanan binatang yang berjumlah tiga ekor itu kini sudah masuk kepemukiman penduduk. Bahkan sudah berkeliaran diseputar rumah penduduk.
Meski keberadaan satwa itu sudah meresahkan masyarakat, namun hingga kini belum ada upaya pemerintah setempat dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mendatangkan gajah jinak untuk menggiring kembali gajah liar itu ke habitatnya..
Sementara upaya pengusiran yang dilakukan warga dengan cara tradisonal membakar api unggun dan membunyikan bunyian-bunyian tidak membuahkan hasil. Gajah itu hanya menghilang sesaat.(azhari)

Sumber : serambinews.com

Senin, 27 Juni 2011

Gajah Makin Mengganas di Aceh Selatan

Thu, May 5th 2011, 16:06

TAPAKTUAN - Gangguan gajah liar di sejumlah desa di Kecamatan Bakongan Timur (Bakotim), Aceh Selatan, dalam beberapa pekan terakhir semakin mengganas. Akibatnya penduduk mulai cemas untuk berpergian ke kebun
Sekdes Simpang, Razali, kepada Serambinews.com, Kamis (5/5/2011), mengatakan, setelah merusak sebuah gubuk milik Yahyah (40) warga Simpang tiga pekan lalu, kini binatang berbelalai itu kian mengganas.
Selain merusak tanaman sawit, pinang, pisang, kacang dan tanaman palawija lainnya milik warga. Kawanan binatang yang berjumlah tiga ekor itu kini sudah masuk kepemukiman penduduk. Bahkan sudah berkeliaran diseputar rumah penduduk.
Meski keberadaan satwa itu sudah meresahkan masyarakat, namun hingga kini belum ada upaya pemerintah setempat dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mendatangkan gajah jinak untuk menggiring kembali gajah liar itu ke habitatnya..
Sementara upaya pengusiran yang dilakukan warga dengan cara tradisonal membakar api unggun dan membunyikan bunyian-bunyian tidak membuahkan hasil. Gajah itu hanya menghilang sesaat.(azhari)

Sumber : Serambinews.com

Murid SD Terpaksa Merangkak ke Sekolah

Wed, May 4th 2011, 09:03
* Lima Bulan Jembatan Krueng Suaq Ambruk belum Diperbaiki

TAPAKTUAN - Jembatan Krueng Suaq, Desa Titi Poben, Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan, sudah lima bulan dibiarkan rusak. Namun hingga kini belum ada upaya pemerintah setempat untuk membangun kembali. Selain para petani kesulitan mengangkut hasil kebun, ratusan siswa juga terpaksa merangkak di jembatan darurat untuk sampai ke sekolah.

Kepala Desa (Kades) Titi Poben, Syamsul Arifin, kepada Serambi, Selasa (3/5) mengatakan, jembatan yang membelah sungai Krueng Suaq itu dibangun tahun 1982 ketika pembukaan transmigrasi. Jembatan yang terbuat dari batang kelapa itu sudah sering rusak dan sudah berulangkali diperbaiki masyarakat secara bergotong royong.

Tapi kerusakan yang terjadi kali ini merupakan yang terparah, sehingga warga sangat sulit untuk memperbaiki, karena semua kayu yang membentang di atas jembatan itu sudah lapuk akibat dimakan usia, sehingga satu persatu kayu dari batang kelapa itu ambruk ke dalam sungai.

Runtuhnya jembatan Krueng Suaq itu, mengakibatkan kawasan itu terisolir. Sekurangnya 75 kepala keluarga terpaksa menggunakan jembatan darurat meskipun membahayakan jiwa mereka. Namun ketika debit air sungai tinggi, jembatan darurat juga tidak bisa membantu warga keluar masuk ke sentral perkebunan.

Kondisi ini juga sangat dirasakan oleh siswa yang bersekolah di SD yang berlokasi di seberang sungai itu. Bahkan untuk menuju ke sekolah mereka terpaksa merangkak ketika melintasi jembatan darurat tersebut.

Seperti pengakuan Kepala SD setempat, Jarinal kepada Serambi belum lama ini, akibat belum diperbaikinya kerusakan jembatan tersebut para murid di sekolah yang dipimpinnya itu terpaksa merangkak di atas jembatan itu untuk mencapai ke sekolahnya yang berada di sebarang sungai.

Meskipun orang tua mereka prihatin dengan kondisi jembatan, namun anak-anak terpaksa melintasi jembatan sederhana agar bisa mengikuti pelajaran di sekolah.

Jarinal mengakui sudah pernah melayangkan proposal pembangunan jembatan itu ke Dinas Pekerjaan Umum setempat, namun hingga kini belum ada tanggapannya. “Kita sudah bermohon ke dinas PU, namun belum ada realisasinya,” katanya.

Terkait hal tersebut, Kapala Bidang (Kabid) Bina Marga Dinas PU Aceh Selatan, Bahrumsyah yang dihubungi Serambi, mengakui sudah mendapat laporan tentang kerusakan jembatan di Desa Titi Poben tersebut. Bahkan pihaknya juga sudah mengusulkan pembangunan jembatan itu.

Tapi pembangunan jembatan yang direncakan permanen itu belum dapat dilaksanakan, karena anggaran untuk itu tidak tertampung dalam APBK 2011 sehubungan dengan terjadinya difisit anggaran daerah. “Kita akan programkan kembali pembangunan jembatan itu pada APBK 2012,” katanya.(az)

Sumber : Serambinews.com

Minggu, 26 Juni 2011

Arus Sungai Deras, Ratusan Siswa di Bulohseuma tak Bisa Bersekolah

Mon, May 2nd 2011, 09:03

TAPAKTUAN - Ratusan murid SD dan SMP di Kemukiman Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, dilaporkan sudah empat hari tidak bisa bersekolah. Kondisi ini terjadi karena sampan yang selama ini mereka manfaatkan sebagai alat transportasi pengganti rakit tidak bisa difungsikan sehubungan air sungai Krueng Bulohseuma cukup deras setelah kawasan itu diguyur hujan.

Ilyas, tokoh pemuda Kemukiman Bulohseuma, kepada Serambi, Minggu (1/5) menyebutkan, ratusan murid SD dan SMP di daerah terpencil itu dalam empat hari terakhir ini terpaksa mengurung niat untuk pergi ke sekolah. Mereka tidak bisa pergi ke sekolah karena rakit penyeberangan belum beroperasi akibat tali kabelnya yang putus diterjang arus sungai sebulan lalu itu hingga kini belum diganti.

Sementara sampan yang dijadikan sebagai pengganti rakit itu, kata Ilyas, tidak bisa menyeberangi sungai seluas 60 meter itu, karena airnya sangat deras setelah kawasan itu diguyur hujan lebat yang terjadi dalam sepekan terakhir ini. “Sudah empat hari siswa di Desa Raket dan Desa Kuta Padang tidak bisa bersekolah, karena air sungai deras,” katanya.

Selain menghambat para murid pergi ke sekolah, derasnya air sungai Krueg Bulohseuma juga mengakibatkan aktifitas masyarakat di dua desa itu terganggu. Warga yang berdomisili di Desa Raket tidak bisa bepergian untuk berobat ke Pustu di Desa Kuta Padang. Begitu juga sebaliknya, warga dari Desa Kuta Padang tidak bisa pergi ke kebun dan berbelanja di Desa Raket.

Karena itu masyarakat di daerah terpencil itu sangat berharap kepada pemerintah setempat dalam hal ini Dinas Perhubungan untuk segera mengoperasikan kembali rakit penyeberangan itu. “Masyarakat sangat berharap rakit tersebut dioperasikan kembali. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut bisa memperburuk pendidikan dan perekonomian masyarakat di daerah terpencil tersebut,” katanya.

Terkait masalah itu, Kadis Perhubungan Aceh Selatan Drs Tio Achriyat yang dihubungi secara terpisah, menyatakan, masyarakat Bulohseuma tidak perlu gundah, karena dalam waktu dekat rakit tersebut akan dioperasikan kembali. “Kita sedang upayakan pengadaan kebel. Dalam waktu dekat rakit itu sudah beroperasi kembali,” janjinya.(az)

Sumber : Serambinews.com

Barat-Selatan Banjir lagi

Sun, May 1st 2011, 11:23

TAPAKTUAN - Hujan lebat yang mengguyur kawasan Pantai Barat-Selatan Aceh dalam dua hari terakhir, telah menyebabkan sejumlah kawasan di wilayah itu banjir lagi. Namun, banjir yang juga disebabkan meluapnya sejumlah sungai, kali ini, tidak sampai memaksa penduduk setempat untuk mengungsi. Camat Labuhan Haji Barat, Suhaidi kepada Serambi di lokasi banjir, menyebutkan, banjir itu terjadi akibat meluapnya sungai Pulokam menyusul guyuran hujan melanda kawasan itu selama tiga jam. Namun genangan banjir ketinggian mencapai 40 cm-70 cm dari permukaan rumah penduduk itu baru surut sekitar pukul 21.00 WIB setelah hujan reda.

Ratusan rumah warga yang digenangi banjir itu meliputu Desa Tengoh Iboh, Pulokam dan Desa Tutong. Meski tidak ada warga yang mengungsi. Namun, masyarakat di tiga desa yang berada disekitar di pusat perbelanjaan itu mengalami kerugian besar, peralatan rumah tangga dan barang dagangan ikut diredam banjir. Aktivitas belajar mengajar di SDN 1 dan SDN 2 Blangkejeren, Kecamatan Labuhan Haji Barat, Aceh Selatan, kemarin, juga tampak terhenti total. Seluruh ruang kelas, kantor dewan guru dan juga perpustakaan sekolah masih digenangi lumpur setebal 20 cm. Para siswa dan juga guru, kepala sekolah dibantu masyarakat sekitar tampak berusaha membersihkan lumpur yang ditinggalkan akibat rendaman banjir semalaman.

Sementara itu, beberapa kawasan rawan banjir di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), hingga kemarin, juga masih terlihat digenangi banjir luapan setinggi 20 Cm. Kenndati air sempat surut beberapa saat, namun karena hujan terus mengguyur kawasan itu air pun kembali naik. Kondisi ini antara lain dialami warga Ujong Padang, Kecamatan Susoh, dan warga Lhueng Geulumpang Kecamatan Kuala Batee. Banjir bercampur lumpur itu juga menenggelamkan sejumlah kolam ikan dan tanaman padi milik warga yang sedang berbuah. Bahkan hujan yang mengguyur wilayah Aceh Selatan, dalam dua hari terakhir, juga telah mengakibatkan sejumlah ruas jalan di kabupaten itu ikut terendam banjir.

Dari Singkil dilaporkan pula bahwa sejumlah kawasan di daerah itu, kemarin, tampak mulai tergenang banjir. Kondisi ini disebabkan karena meluapnya sejumlah sungai, setelah hujan deras mengguyur daerah itu dalam dua hari terakhir. Air mulai meninggi hingga masuk ke pekarangan rumah penduduk menjelang subuh, Sabtu (30/4). Berdasarkan hasil pantauan, pemukiman penduduk dan perkebunan kelapa sawit di kawasan Lae Ijuk, Kecamatan Gunung Meriah, tergenang. Di daerah ini air sudah menyentuh lantai rumah. Kemudian jalan menuju Teluk Rumbia dan Rantau Gedang, Singkil, juga digenangi air dengan ketinggian sebetis orang dewasa. Sementara itu, sebanyak 320 jiwa masyarakat pedalaman di Desa Kuala Seumayam, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, sepanjang Sabtu (30/4) kemarin, dilaporkan juga digenangani banjir setinggi 1,5 meter. Banjir yang kembali melanda kawasan ini disebabkan guyuran hujan yang terjadi sejak beberapa hari terakhir.

Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Nagan Raya, Drs Abdurrani Cut, mengatakan kawasan pedalaman itu memang kerap dilanda banjir karena pemukiman warga berada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). “Akibatnya, ketika sungai meluap akibat guyuran hujan lebat, makan banjir akan melanda kawasan itu,” katanya kepada Serambi, kemarin.(az/tz/c39/edi)

Sumber : Serambinews.com

Jumat, 24 Juni 2011

Digoyang Gempa, Warga Aceh Selatan Berhamburan

Fri, Apr 29th 2011, 17:05

TAPAKTUAN - Gempa berkekuatan 6,0 skala richter kembali mengoncang Kota Tapaktuan, Aceh Selatan. Belum diketahui adanya kerusakan dan korban jiwa dalam peristiwa itu. Namun getaran gempa yang terjadi sekitar pukul 15.56 WIB itu membuat masyarakat di sekitar panik dan berhamburan keluar.
Pantauan Serambinews.com, di Jalan Merdeka, pusat perbelajaan, terlihat sejumlah warga yang berhamburan keluar. Hal yang sama juga terlihat di Jalan T Ben Mahmud. Puluhan siswa SMA 1 Tapaktuan yang sedang belajar di lantai dua terpaksa berlarian turun ke bawah, karena takut gedung bertingkat itu roboh. Sementara sejumlah siswa lainnya tetap bertahan di dalam ruangan.
Menurut informasi, goncangan gempa tersebut tidak hanya dirasakan warga Kota Tapaktuan, hal serupa juga dirasakan masyarakat Kecamatan Meukek. Seperti dilaporkan Yunardi (35) warga Desa Ie Dingen, bahwa seluruh warga yang berada di dalam rumah dan kios-kios berhamburan keluar rumah menghindari kemungkinan akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Sementara Sekdes Padang, Kecamatan Labuhan Haji Barat, Helmi juga mengakui getaran genpat terjadi di daerah, namun peristiwa itu tidak menimbulkan kepanikan warga. yang merasakan gempa itu tetap berada di dalam rumah. “Memang ada terasa gempa, tapi tidak menimbulkan kepanikan," katanya.(azhari)

Sumber : serambinews.com

Digoyang Gempa, Warga Aceh Selatan Berhamburan

Fri, Apr 29th 2011, 17:05

TAPAKTUAN - Gempa berkekuatan 6,0 skala richter kembali mengoncang Kota Tapaktuan, Aceh Selatan. Belum diketahui adanya kerusakan dan korban jiwa dalam peristiwa itu. Namun getaran gempa yang terjadi sekitar pukul 15.56 WIB itu membuat masyarakat di sekitar panik dan berhamburan keluar.
Pantauan Serambinews.com, di Jalan Merdeka, pusat perbelajaan, terlihat sejumlah warga yang berhamburan keluar. Hal yang sama juga terlihat di Jalan T Ben Mahmud. Puluhan siswa SMA 1 Tapaktuan yang sedang belajar di lantai dua terpaksa berlarian turun ke bawah, karena takut gedung bertingkat itu roboh. Sementara sejumlah siswa lainnya tetap bertahan di dalam ruangan.
Menurut informasi, goncangan gempa tersebut tidak hanya dirasakan warga Kota Tapaktuan, hal serupa juga dirasakan masyarakat Kecamatan Meukek. Seperti dilaporkan Yunardi (35) warga Desa Ie Dingen, bahwa seluruh warga yang berada di dalam rumah dan kios-kios berhamburan keluar rumah menghindari kemungkinan akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Sementara Sekdes Padang, Kecamatan Labuhan Haji Barat, Helmi juga mengakui getaran genpat terjadi di daerah, namun peristiwa itu tidak menimbulkan kepanikan warga. yang merasakan gempa itu tetap berada di dalam rumah. “Memang ada terasa gempa, tapi tidak menimbulkan kepanikan," katanya.(azhari)

Sumber : serambinews.com

Rabu, 22 Juni 2011

Jalan ke Pertambangan PT PSU Dibokir Warga

Thu, Apr 28th 2011, 09:07

TAPAKTUAN - Puluhan warga Desa Paya Ateuk, Kecamatan Pasie Raja, Kabupaten Aceh Selatan, memblokir jalan menuju PT Pinang Sejati Utama (PT PSU) di desa tersebut. Aksi ini menyebabkan aktifitas angkutan material batu bijih besi terganggu.

Bobi (30) warga setempat kepada Serambi, Selasa (26/4) mengatakan, aksi pemblokiran ruas jalan dengan kayu di Desa Paya Ateuk itu dilakukan sebagai akumulasi kekecewaan warga terhadap sikap PT PSU yang hingga kini belum menuntaskan masalah ganti rugi tanah warga yang selama ini dijadikannya sebagai perluasan jalan untuk dilalui mobil pengangkut material batu bijih besi dan tanah yang diduga mengandung emas.

Tanah masyarakat yang belum dibayar ganti rugi oleh PT PSU itu mencapai puluhan hektare. Padahal untuk ganti rugi tanah itu, pihak PT PSU sebelumnya sudah berjanji pada pemilik tanah akan membayar tanah itu setiap bulan sebesar Rp 1.500.000.

“Kita sudah berulangkali mempertanyakan masalah ganti rugi tanah itu ke pihak perusahaan. Namun pihak perusahaan hanya berjanji akan membayar tanggaal 15 dan terakhir 25 April, namun hingga kini belum ada kejelasan,” katanya.

Menurutnya aksi pemblokiran jalan dengan kayu itu akan berlanjut hingga pihak perusahaan merealisasikan ganti rugi tanah warga. Terkait masalah pemblokiran jalan di Desa Paya Ateuk itu, Serambi belum berhasil menghubungi Direktur PT PSU, Hj Latifah Hanum. Beberapa kali dihubungi melalui HP-nya sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.(az)

Sumber : Serambinews.com

Ratusan Rumah di Pasie Raja Diterjang Banjir Lumpur

Thu, Apr 28th 2011, 09:04

TAPAKTUAN - Banjir bandang disertai lumpur menerjang ratusan rumah warga di tiga desa dalam Kecamatan Pasie Raja, Kabupaten Aceh Selatan, Selasa (26/4) malam, setelah kawasan itu diguyur hujan selama dua jam.

Selain merendan rumah penduduk, banjir lumpur pekat yang terjadi akibat longsor badan jalan yang dibangun PT Pinang Sejati Utama (PT PSU) di pegunungan itu, juga menyebabkan puluhan hektare tanaman padi, jagung, kacang tanah, dan tananan palawija lainnya yang sedang berbuah atau siap panen ikut tertimbun lumpur.

Informasi yang dihimpun Serambi, lebih dari 100 rumah warga di tiga desa dalam Kemukiman Rasian, Kecamatan Pasie Raja, yakni Desa Krueng Kalee, Panton Bili, dan Desa Teupin Gajah, direndam banjir lumpur. Menurut penduduk yang rumahnya diterjang lumpur, peristiwa yang membuat warga setempat panik itu terjadi sekitar pukul 20.00 WIB setelah kawasan itu diguyur hujan lebat selama dua jam.

“Lokasi terparah terjadi di Desa Krueng Kalee, selain merendam rumah warga dengan ketinggian 20 centimeter. Banjir lumpur jugan menimbun badan jalan desa dengan ketebalan lumpur mencapai 40 cm,” lapor seorang warga.

Bukan itu saja, gudang pertanian juga ikut terendam dan mengakibatkan 4,5 ton pupuk TSP dan KSP bantuan Dinas Pertanian setempat ikut terendam. banjir juga merendam ruang belajar SDN 2 Rasian yang berada di pinggir jalan Desa Krueng Kalee, sehingga mengakibatkan para siswa terpaksa mengikuti ujian di dalam ruangan berlumpur.

“Hari pertama pelaksanaan UAS siswa terpaksa ujian di ruangan yang berlumpur, karena seluruh ruangan di sekolah itu terendam lumpur,” kata Kepala SDN 2 Krueng Kalee, Zailani.

Ketua Seneubok Desa Krueng Kalee, M Din didampingi tokoh masyarakat setempat, Sadnir (55) membenarkan ratusan rumah di desanya direndam banjir lumpur dari longsoran tanah gunung di badan jalan menuju Manggamat, Kluet Tengah, yakni jalan menuju pertambangan batu bijih besi milik PT PSU.

Menurutnya, peristiwa banjir lumpur yang menerjang desanya itu bukan yang pertama, namun bencana itu sudah menjadi langganan masyarakat di sana, yakni semenjak dilakukannya pembukaan jalan menuju pertambangan PT PSU. “Mereka membuka jalan, tapi saluran dibiarkan tersumbat,” katanya.(az)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 21 Juni 2011

Sarana Air Bersih Bantuan BRR Rusak

Masyarakat Trumon Beralih Konsumsi Air Sungai
Mon, Apr 18th 2011, 09:23

TAPAKTUAN - Sarana air bersih yang dibangun Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) di Pulo Paya, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, tak bisa dimanfaatkan lagi. Instalasinya sudah banyak tersumbat dan rusak akibat tidak terurus. Akibatnya masyarakat di daerah itu terpaksa kembali beralih mengkonsumsi air sungai.

Camat Trumon, Isa Ansari, kepada Serambi, Minggu (17/4) mengatakan, ratusan kepala kerluarga dalam lima desa di Trumon yang sebelumnya sudah menikmati air bersih bangunan BRR di pegunungan Desa Pulo Paya tahun 2008, sejak dua tahun terakhir ini terpaksa kembali mengkonsumsi air sungai yang tidak layak menurut standar kesehatan untuk keperluan memasak, mandi mencuci dan kebutuhan lainnya.

Kondisi ini disebabkan, karena pembangunan sarana air bersih yang mampu menyuplai ke rumah-rumah warga dalam lima desa, yakni Desa Keude Trumon, Ujung Tanoh, Sigleng, Panton Bili, Kuta Baro, Padang Harapan dan Desa Seneubok Jaya itu kini sudah macet alias tak dapat dimanfaatkan lagi, karena sebagian besar jaringannya sudah tersumbat dan rusak akibat tidak ada perawatan atau tidak terurus.

Sementara tujuh desa lainnya dalam kecamatan itu, yakni Desa Ie Meudama, Teupin Tinggi, Kuta Padang, Raket, Gampong Tengoh, juga masih kewalahan mendapatkan air bersih. Mereka masih tetap memanfaatkan air sumur berwana kuning untuk kebutuhan sehari-hari, karena di kawasan terpencil itu belum tersedia sarana air bersih.

Untuk itu, tambah Isa Ansari, masyarakat sangat mengharapkan kepada Pemkab setempat untuk menfungsikan kembali sarana air bersih bangunan BRR di di Desa Pulo Paya, serta menambah jaringan ke desa lainnya, sehingga seluruh masyarakat di kecamatan itu tidak lagi mengkonsumsi air sungai dan air sumur yang tidak layak menurut standar kesehatan.

Terkait hal itu, Direktur PDAM Tirta Naga Tapaktuan, Sakdah ST yang dihubungi secara terpisah mengatakan, fasilitas air bersih yang dibangun BRR di Desa Pulo Paya, Trumon sudah diserahterimakan ke Pemkab setempat, namun aset daerah itu masih dikelola oleh desa, sehingga pengelolaannya tidak maksimal.

“Kerusakan sarana air bersih bangunan BRR di Desa Pulo Paya itu sudah berlangsung dua tahun dan hingga kini belum diketahui kapan bisa dioperasikan kembali,” katanya.

Sakdah menambahkan, untuk perbaikan dan perluasan jaringan air bersih di Kecamatan Trumon itu, pihaknya mengakui sudah mengusulkan ke pusat, namun hingga kini belum ada realisasinya. “Kita berharap perbaikan dan perluasan jaringan air bersih di kawasan itu bisa secepatnya direalisasikan,” harapnya.(az)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 09 Juni 2011

Hujan Dua Jam Rendam Puluhan Rumah di Samadua

Thu, Apr 14th 2011, 09:50

TAPAKTUAN- Hujan lebat yang mengguyur sebagian wilayah Kabupaten Aceh Selatan, yang terjadi usai shalat magrib-hingga pukul 22.00 WIb Selasa (12/4) kemarin mengakibatkan puluhan rumah dalamlima desa di Kecamatan Samadua direndam banjir selama dua jam.

Kendati tidak ada warga yang mengungsi, namun banjir dengan ketinggian 50 centimeter itu mengakibatkan warga kalang kabut menyelamatkan barang-barang dan perlengkapan rumah tangganya dari genangan banjir.

Camat Samadua, Said Junaidi SH, kepada Serambi, Selama malam melaporkan, puluhan rumah warga di daerahnya digenangi banjir setelah kawasan itu diguyur hujan lebat yang terjadi sejak pukul 19.00 pukul 22.00 WIB.

Menurutnya, meskipun ketinggian air di dalam rumah mencapai 50 centimeter, namun belum ada warga yang mengungsi. Begitupun katanya, banjir sesaat itu setidaknya telah membuat kepanikan masyarakat. Mereka kalang kabut menyelamatkan barang-barang dan perlengkapan rumah tangganya ke tempat yang lebih tinggi.

Adapun rumah warga yang terendam banjir itu, meliputi Desa Baru, Desa Gadang, Ladang, Kasik Putih dan Desa Arafah. ”Kelima desa itu merupakan kawasan rawan banjir, karena parit dan gorong-gorong sudah menyempit dan tak sanggup menampung tumpahan air hujan,” katanya.

Selain, merendam rumah warga, banjir yang terjadi pada malam itu juga menyebabkan sejumlah ruas jalan nasional tergenang dan sulit dilintasi kenderaan bermesin. Antara lain jalan nasional yang melintasi Desa Tampang, Desa Gadang, Kasik Putih dan Desa Ladang. “Mulai pukul 22.15 WIB air sudah berangsur surut,” katanya.

Amatan Serambi, hujan deras yang berlangsung sekitar dua jam itu juga merendam ruas jalan nasional di Kecamatan Labuhan Haji, Labuhan Haji Barat, serta beberapa titik di ruas jalan nasional Desa Lhok Keutapang, Kecamatan Tapaktuan.(az)

Sumber : Serambinews.com

Gajah Mengamuk, Satu Gubuk Hancur Dirusak

Thu, Apr 14th 2011, 08:29

TAPAKTUAN - Kawanan gajah liar kembali memasuki perkampungan penduduk di Kecamatan Bakongan Timur (Bakotim), Kabupaten Aceh Selatan. Selain merusak tanamanan padi dan palawija, pomeurah itu juga meluluhlantakkan tanaman perkebunan seperti sawit dan coklat.

Binatang yang oleh rakyat Aceh sering disebut dengan teungku rayeuk itu juga merusak satu unit gubuk warga Desa Simpang. Sekdes Desa Simpang, Bakotim, Razali kepada Prohaba, Rabu (13/4) mengatakan, setelah reda beberapa bulan, kini kawanan gajah liar kembali mengusik ketentraman masyarat di daerahnya. Selain merusak tanaman padi, sawit, pinang, pisang, coklat dan tanaman palawija lainnya milik warga, kawanan gajah yang berjumlah enam ekor itu, juga telah memporakporandakan satu unit gubuk milik Yahyah (40) warga setempat, Selasa (12/4) sekitar pukul 01.00 WIB. Akibatnya keluarga tersebut terpaksa mengungsi ke kantor desa.

Menurutnya, gangguan gajah di kawasan itu sudah berlangsung lama dan peristiwa tersebut telah mengakibatkan perekonomian masyarakat di desa yang berpenduduk 99 persen bertani itu semakin terpuruk.

Meski gangguan gajah liar di kawasan itu sudah berlangsung lama, namun hingga kini belum ada upaya dari pihak pemerintah dan instansi terkait untuk menggiring binatang itu kembali ke habitatnya.

Sementara upaya pengusiran yang dilakukan masyarakat dengan bunyi-bunyian dan api obor belum mampu menghalau bintang itu ke habitatnya, malahan sebaliknya binatang itu balik menyerang warga.

Masyarakat setempat mengharapkan kepada BKSDA untuk segera mendatangkan pawang ke lokasi, untuk mengusir kawanan gajah yang sudah sepekan lebih berkeliaran di perkebunan penduduk itu. “Kita sudah laporkan peristiwa itu camat dan pihak BKSDA, namun hingga kini belum ada tindaklanjutnya,” katanya.(az)

Sumber : Serambinews.com

Warga Air Berudang Tapaktuan Terserang DBD

Tue, Apr 12th 2011, 09:16

TAPAKTUAN- Penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti kembali menyerang warga Aceh Selatan. Kali ini menimpa Febriatul Akmal (17) warga Desa Air Berudang, Kecamatan Tapaktuan. Febriatul Akmal masuk rumah sakit Minggu (10/4) sore, dan hingga Senin kemarin masih di rawat secara intensifdi RSUYA Tapaktuan.

Kabid Pelayanan RSUYA Tapaktuan, dr Yunalis M Kes, kepada Serambi , Senin (11/4) membenarkan pihaknya sedang menangani seorang pasien yang diduga terserang DBD. Anak Syamsulijar (Asisten Adminstrasi Setdakab Aceh Selatan) yang merupakan warga Desa Air Berudang itu masuk rumah sakit Minggu (10/4) siktar pukul 15.00 WIB.

Menurut Yunalis, selain demam tinggi, pasien juga mengalami muntah-muntah. Tapi hasil diagnosa observasiFfebriatul belum menunjukkan pasien terjangkit DBD. Begitu juga di permukaan kulit pasien tidak ditemukan adanya bintik-bintik merah seperti biasa dialami pasien DBD lainnya.

Begitu pun pihaknya belum bisa memastikan apakah pasien benar telah terserang DBD atau belum. Untuk memastikan kebenaran penyakit yang diderita pasien itu pihaknya harus melakukan pemeriksaan laboratorium ulang.

“Trombositnya masih normal, yakni 162 ribu. Tapi untuk kepastian penyakit yang diderita pasien itu perlu pemeriksaan laboratorium ulang,” katanya. Didampingi Kasi Informasi, Marhamah, Yunalis mengatakan, kasus DBD dalam beberapa bulan terakhir ini tergolong tinggi dibandingkan dari tahun sebelumnya. Terhitung dari bulan Januari-hingga April, warga yang terserang DBD mencapai 46 orang, Kota Tapaktuan merupakan terbanyak terserang DBD.(az)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 06 Juni 2011

Rakit Belum Beroperasi, Transportasi Keude Padang-Raket Masih Lumpuh

Tue, Apr 5th 2011, 08:23

TAPAKTUAN –Jalur transportasi dari Desa Raket ke Desa Kuta Padang, Kemukiman Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, masih lumpuh. Hal itu disebabkan rakit penyeberangan antar desa di daerah terpencil yang hanyut diterjang arus Rabu (30/3) lalu hingga kini belum dioperasikan.

Camat Trumon, Isa Ansari, kepada Serambi, Senin (4/4) mengatakan, hingga Senin kemarin transportasi dari Desa Raket menuju Desa Kuta Padang, masih lumpuh. Rakit penyeberangan hingga saat ini belum dioperasikan kembali akibat tali kabelnya yang putus diterjang derasnya arus sungai Krueng Bulohseuma pekan lalu belum tersedia.

Begitu pun sebagian siswa SD dan SMP dari dua desa bertentangga itu sudah mulai kembali bersekolah dengan memanfaatkan sampan warga sebagai sarana penyeberang. Para siswa itu diantar langsung oleh orang tuanya ke seberang sungai yang luasnya mencapai belasan meter itu guna menghindari terjadi hal yang tidak diinginkan.

Isa Ansari menambahkan, rakit penyeberangan yang pernah hanyut diterjang badai pada awal Juni 2010 itu merupakan asset Dinas Perhubungan Aceh Selatan, pengadaan tahun 2009. Rakit terbuat dari kayu berukuran 3x5 meter itu kembali hanyut diterjang arus sungai Krung Bulohseuma, Rabu (30/3) sekira pukul 09.00 WIB setelah daerah itu diguyur hujan deras.

“Masyarakat sedang mengupayakan pengadaan tali kabel, dalam waktu dekat rakit itu sudah beroperasikan kembali,” katanya. Seperti diberitakan, satu-satunya rakit penyeberangan yang selama ini digunakan masyarakat Kemukiman Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Aceh Selatan untuk mobilitas antar desa hanyut diterjang derasnya arus sungai Krueng Bulohseuma. Dampak dari hanyutnya rakit tersebut, selain melumpuhkan transportasi masyarakat juga terhentinya aktivitas anak-anak Gampong Raket dan Gampong Padang menuju sekolah.

Informasi dari Tuha Peut Gampong Raket, Nasruddin kepada Serambi, Minggu (3/4) menyebutkan, beberapa bulan lalu rakit itu selesai diperbaiki. Namun, ketika sungai meluap dan arusnya deras, tali kabel rakit penyeberangan antara Gampong Raket ke Gampong Kuta Padang di Kemukiman Bulohseuma itu putus. Musibah itu terjadi Rabu pagi pekan lalu. “Rakit itu hanyut sejauh satu kilometer ke arah laut,” lapor Nasruddin.

Meski kejadiannya sudah hampir sepekan, namun hingga Minggu kemarin belum ada upaya pemerintah atau dinas terkait untuk mendatangkan kabel pengganti atau memperbaiki kerusakan rakit yang sangat vital bagi masyarakat setempat. Dampak lain yang ditumbulkan, kata Nasruddin, puluhan kepala keluarga dari Gampong Raket tidak bisa berbelanja atau berobat ke puskesmas di Gampong Kuta Padang. (az)

Sumber : Serambinews.com

Rakit Penyeberangan Warga Bulohseuma Hanyut

Mon, Apr 4th 2011, 10:36

TAPAKTUAN – Satu-satunya rakit penyeberangan yang selama ini digunakan masyarakat Kemukiman Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Aceh Selatan untuk mobilitas antardesa hanyut diterjang derasnya arus sungai Krueng Bulohseuma. Dampak dari hanyutnya rakit tersebut, selain melumpuhkan transportasi masyarakat juga terhentinya aktivitas anak-anak Gampong Raket dan Gampong Padang menuju sekolah.

Informasi dari Tuha Peut Gampong Raket, Nasruddin kepada Serambi, Minggu (3/4) menyebutkan, beberapa bulan lalu rakit itu selesai diperbaiki. Namun ketika sungai meluap dan arusnya deras, tali kabel rakit penyeberangan antara Gampong Raket ke Gampong Kuta Padang di Kemukiman Bulohseuma itu putus. Musibah itu terjadi Rabu pagi pekan lalu. “Rakit itu hanyut sejauh satu kilometer ke arah laut,” lapor Nasruddin.

Meski kejadiannya sudah hampir sepekan, namun hingga Minggu kemarin belum ada upaya pemerintah atau dinas terkait untuk mendatangkan kabel pengganti atau memperbaiki kerusakan rakit yang sangat vital bagi masyarakat setempat. “Anak-anak kami sudah hampir seminggu tak bersekolah,” lanjut unsur pimpinan desa tersebut.

Dampak lain yang ditumbulkan, kata Nasruddin, puluhan kepala keluarga dari Gampong Raket tidak bisa berbelanja atau berobat ke puskesmas di Gampong Kuta Padang. “Kita sudah laporkan masalah ini ke kecamatan,” ujar Nasruddin.

Camat Trumon, Isa Ansari mengakui sudah menerima laporan hanyutnya rakit penyeberangan masyarakat di Kemukiman Bulohseuma. Camat sudah meneruskan laporan itu ke dinas terkait di kabupaten. “Hingga kini belum ada tanda-tanda penanganannya. Rakit itu memang sudah tidak layak lagi,” demikian Camat Trumon.(az)

Sumber : Serambinews.com

Minggu, 05 Juni 2011

Kadishutbun Aceh Selatan: 93 Persen Lahan Tambang BAM di Hutan Lindung

Sat, Apr 2nd 2011, 09:52

TAPAKTUAN - Kadis Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Kabupaten Aceh Selatan, Ir Said Azhar, mengatakan, sekitar 93 persen lokasi wilayah kuasa pertambangan PT Bintang Agung Mining (PT BAM) di kawasan pegunungan Desa Gunung Rotan, Kecamatan Labuhan Haji Timur, masuk dalam kawasan hutan lindung. Said Azhar kepada Serambi, Jumat (1/4) mengatakan, sesuai analisa yang dilakukan pihaknya pada Peta Arahan Fungsi Hutan Kabupaten Aceh Selatan skala 1:250.000 dan Peta Topografi skala 1:50.000, rencana lokasi wilayah kuasa pertambangan PT BAM seluas 5.000 hektare.

Maka dinyatakan, sekitar 350 hektare masuk kawasan budidaya atau areal penggunaan lain (APL). Sementara 4.650 hektar lainnya masuk kawasan hutan lindung. “Sesuai analisasi yang dilakukan hanya 7 persen masuk hutan produksi, sementara 93 persen lainnya wliayah kuasa ekplorasi pertambangan PT BAM itu masuk areal hutan lindung,” katanya. Dengan demikian, tambah Said Azhar, berarti pihak PT BAM hanya bisa melakukan ekplorasi di lokasi 350 hektare, yakni di kawasan APL. Sedangkan unuk melakukan ekplorasi di kawasan hutan lindung pihak perusahaan harus terlebih dahulu memiliki izin dari Menteri Kehutanan RI.

Hal ini sesuai dengan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pada pasal 38 ayat 3 disebutkan bahwa “penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka”. Said mengatakan, pihak dinas sudah menyampaikan kepada PT BAM, bahwa untuk melakukan ekplorasi di kawasan hutan lindung harus ada izin dari Menteri Kehutanan. ”Dishutbun tidak keberatan atas rencana PT BAM untuk melakukan kegiatan penambangan di areal yang dimaksud sejauh tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.

Sementara Kadis Pertambangan dan Energi Aceh Selatan, T Asrul SHut yang dihubungi secara terpisah mengatakan, keberadaan PT BAM di kawasan itu sudah memiliki izin lengkap dari dinas teknis dan izin dari pemerintah. Dikatakan, izin lokasi kuasa pertambangan PT BAM itu mencapai 5.000 hektare. Meski 93 persen dari lokasi itu masuk dalam kawasan hutan lindung, sebagaimana disampaikan pihak Disbunhut, bukan berarti perusahaan itu tidak diperbolehkan melakukan ekplorasi di kawasan itu. Tapi, yang dilarang hanya melakukan ekploitasi di kawasan hutan lindung ”PT BAM belum melakukan pengeboran. Mereka masih melakukan sosialisasi dan mempersiapkan rencana ekplorasi. Tapi bila perusahaan itu melakukan ekploitasi di hutan lindung kita akan keluarkan mereka,” tegasnya.(az)

Sumber : Serambinews.com

Jumat, 27 Mei 2011

Tolak Kehadiran Tambang Emas PT BAM

Warga Peulumat Gelar Demo di Kantor Camat
Fri, Apr 1st 2011, 08:42


Ratusan masyarakat Kemukiman Peulmat, Kecamatan Labuhan Haji Tmur, Aceh Selatan melakukan aksi demonstrasi ke kantor camat setempat menuntut ditolaknya perusahaan pertambangan di kasawan itu. SERAMBI/AZHARI

TAPAKTUAN - Ratusan masyarakat Kemukiman Peulumat, Kecamatan Labuhan Haji Timur, Kabupaten Aceh Selatan, Kamis (31/3) berunjuk rasa ke kantor camat setempat. Dalam aksinya mereka menolak keberadaan perusahan tambang emas, PT Bintang Agung Mining (PT BAM), yang saat ini melakukan ekplorasi di pertambangan rakyat di kawasan pegunungan Desa Gunung Rotan.

Massa dari delapan desa dalam Kemukiman Peulumat, yakni Desa Paya Peulumat, Tengah Peulumat, Padang Peulumat, Aur Peulumat, Limau Saring, Peuneulop, Beutong, dan Gunung Rotan, itu sekitar pukul 10.50 WIB dengan berjalan kaki dan sepeda motor bertolak menuju kantor camat di pinggir jalan nasional, Desa Tengah.

Massa mengusung sejumlah spanduk dari karton yang bertuliskan antara lain: “Kami atas nama masyarakat Peulumat Bersatu menolak semua atas nama perusahaan pertambangan emas atau bijih besi untuk masuk di kawasan Peulmat”. “Jangan terpancing dengan atas nama uang dengan merusak lingkungan”. “Kami minta bapak camat menolak perusahaan yang masuk ke kawasan ekosistem hutan kami”. Dan, “Hutan kita adalah hutan yang harus dijaga bersama”.

Sebanyak 10 orang perwakilan warga naik ke lantai dua gedung itu untuk berdialog dengan Camat Labuhan Haji Timur, Rahmad Tuddin, Kapolsek Aiptu Zetra HP, Dan Pos Koramil Labuhan haji Timur, Serma Chairil A yang sudah menunggu di ruang musyawarah.

Dalam pertemuan yang berlangsung satu jam lebih itu sempat tegang. Sejumlah perwakilan warga mengatakan bahwa muspika tidak berpihak kepada rakyat. Bahkan Muspika di balik semua keberhasilan PT BAM mendatangkan alat perlengkapan pengeboran di kawasan pertambangan rakyat itu. “Padahal sebelumnya masyarakat sudah berulangkali menolak kehadiran perusahaan tersebtu,” kata seorang pendemo.

Karena itu masyarakat mendesak Muspika untuk menolak keberadaan PT BAM di kasawan itu dengan menandatangani komitmen penolakan keberadaan PT BAM di daerah itu. Sebab, selain tidak pernah melaporkan keberadaanya kepada masyarakat pemilik lahan, juga kehadiran perusahaan tersebut sudah sangat meresahkan dan mengganggu masyarakat penambang yang berada di sekitar.

Desakan untuk menandatangani komitmen bersama menolak PT BAM itu langsung ditolak oleh Camat, Kapolsek dan Dan Pos Koramil. Sebab, menurut Muspika, yang berhak menghentikan atau menolak keberadaan perusahaan itu adalah Bupati sebagai kepala daerah. Karena itu pihaknya meminta kepada masyarakat untuk bersabar selama 10 hari.

Meski Muspika sudah berulangkali menyatakan akan berkoordinasi dengan pimpinan, namun warga tetap ngotot mendesak pihak Muspika untuk menandatangani komitmen tersebut. Bahkan masyarakat mengatakan, jika Muspika tidak menolak keberadaan PT BAM mereka akan melancarkan demo lebih besar lagi serta mengatakan siap melawan perusahaan tersebut.

Tapi suasana kembali mencair setelah Muspika menyatakan bersedia menutup sementara ekplorasi penambangan di kawasan Gunung Rotan itu. “Kami akan berkoordinasi terlebih dulu dengan pimpinan tentang penolakan perusahaan itu. Bila dalam tenggang waktu tersebut pihak perusahaan tetap melakukan aktivitasnya, maka warga diminta segera laporkan ke Muspika,” kata Camat.

Mendengar janji Pak Camat, massa langsung membubarkan diri kembali ke desanya masing-masing. Terkait masalah tersebut, Supervisor Lapangan PT BAM, Suyanto Tirto yang dihubungi secara terpisah mengaku tidak mengetahui adanya aksi demo penolakan yang dilakukan masyarakat Peulumat itu. Begitupun pihaknya secara tegas menyatakan, hingga kini pihaknya belum mendatangkan alat-alat ke kawasan pegunungan tersebut sebagaimana ditudingkan para pendemo. “Belum ada satupun alat yang didatangkan. Sampai saat ini kita masih mempersiapkan lokasi dan alat-alat kelengkapan,” katanya.

Suyanto mengakui, eksplorasi yang dilakukan itu sesuai dengan izin yang dikeluarkan pemerintah dan pengeboran itu tidak menganggu dan menghalangi masyarakat. “Kita tidak pernah memiliki tetapi hanya akan melakukan penelitian untuk mengetahui kandungan mineral yang terkandung di dalam bumi di lahan yang diizinkan,” katanya.(az)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 04 Mei 2011

Penambangan Bijih Besi Masih Dilakukan

Wed, Mar 23rd 2011, 08:52
* Rekomendasi Penutupan belum Diserahkan ke Eksekutif

TAPAKTUAN – Pimpinan DPRK Aceh Selatan didesak segera mengeluarkan dan menyerahkan surat rekomendasi hasil paripurna tentang pertambangan bijih besi di Desa Simpang Dua Manggamat, Kecamatan Kluet Tengah, kepada eksekutif untuk menghindari timbulnya imej negatif di kalangan masyarakat terhadap wibawa lembaga wakil rakyat.

”Sudah dua pekan hasil pansus pertambangan diparipurnakan, nanum hingga kini rekomendasi itu belum diserahkan ke eksekutif untuk ditindaklanjuti,”kata Sekretaris Komisi D DPRK Aceh Selatan, H Ridwan Mas, kepada Serambi, Jumat (22/3) di Tapaktuan.

Ridwan Mas yang juga sebagai sekretaris tim pansus pertambangan mengatakan, hasil pansus pertambangan bijih besi sudah diparipurnakan dalam sidang khusus DPRK Kamis (10/3). Dalam sidang yang dihadiri Sekdakab Drs H Harmaini MSi, Kapolres Aceh Selatan AKBP Bambang Syafrianto SIK serta sejumlah unsur muspida itu tiga dari empat fraksi di dewan menyepakati pertambangan itu ditutup sementara.

Ketiga fraksi yang sepakat ditutup sementara pertambangan tersebut adalah Fraksi Partai Aceh (FPA), Fraksi Karya Bangsa, dan Fraksi PKPI. Sementara satu-satunya fraksi yang meminta semua operasional pertambangan itu ditutup total, yakni Fraksi Demokrat.

Dari kesepakatan itu pimpinan dewan memutuskan merekomendasi pertambangan bijih besi ditutup sementara. Bahkan ketika menutup sidang paripurna itu pimpinan dewan berjanji segera memusyawarahkan hasil paripurna itu dan selanjutnya diserahkan ke eksekutif untuk segera ditindaklanjuti. Tapi anehnya hingga kini rekomendasi itu belum juga diserahkan ke eksekutif.

“Rekomendasi itu harus secepatnya diserahkan ke eksekutif. Selain untuk menjamin legalitas sebuah keputusan paripurna DPRK, juga untuk menghindari menguatnya imej yang berkembang bahwa DPRK telah ‘diamankan’ oleh pihak perusahaan sehingga tidak bisa berkutik untuk mengambil sikap demi membela kepentingan rakyat dan daerah,” kata Ridwan Mas.

Sebab, kata dia lagi, PT Pinang Sejati Utama (PT PSU) hingga kini masih beroperasi. Padahal sebelumnya Pemkab dan DPRK sudah memerintahkan aktifitas pertambangan bijih besi di Desa Simpang Dua Manggamat dihentikan. Aktifitas pertambangan itu baru boleh dibuka kembali setelah pihak perusahaan memenuhi dan melengkapi administrasi serta memperbaiki kerusakan lingkungan.

Terkait desakan itu, Ketua DPRK Aceh Selatan, Safiron yang dihubungi, menyatakan, rekomendasi paripurna hasil pansus itu sudah rampung. Tapi belum bisa diserahkan ke bupati karena masih ada yang ditambah dan diperbaiki. “Kalau tidak ada halangan Kamis (24/3) besok sudah diserahkan ke Bupati untuk segera ditindaklanjuti,” katanya.

Ditanya tentang dugaan suap yang diterima sejumlah okum tim Pansus dari PT PSU, secara tegas Safiron mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan dengan memintai keterangan dari sejumlah anggota tim pansus dan Direktur PT PSU, Hj Latifah Hanum.

Dari hasil penyelidikan itu tidak terbukti adanya suap menyuap sebagaimana isu yang berkembang. “Kita sudah lakukan penyelidikan, tapi kedua belah pihak mengaku tidak pernah menerima dan memberikan suap,” tegasnya.(az)

Sumber : Serambinews.com